Meraih Keberkahan Ilmu

Artikel Mahasiswa    23 Apr 2025    3 menit baca
Meraih Keberkahan Ilmu

Sabtu pagi sekitar jam 10.00 setelah setoran hafalan kami memasuki kelas Sejarah Kuttab dan Madrasah, seperti biasa sebelum memasuki pelajaran inti para ustadz kami selalu mengawalinya dengan muqoddimah, doa, cerita dan tidak jarang pula dengan nasehatnya. Di pagi ini kami mendapat nasehat yang spesial dari ustadz, beliau mengawalinya dengan memberikan pertanyaan kepada kami, yang inti pertanyaannya seperti ini:

“Pernahkah kalian merasa tidak mampu berbuat sesuatu dengan ilmu yang sudah kalian dapat, padahal banyak hal yang kita pelajari maka seharusnya bertambah pula keilmuan kita, lalu mengapa kita seolah tidak mampu berbuat apapun dengan ilmu ini?”

Pertanyaan yang membuat seisi ruangan sejenak terdiam, begitu pula aku karena merasakan hal yang ada pada pertanyaan tersebut, hingga ustadz bertanya kembali kepada kami “Kenapa?”

Ada beberapa teman-teman AGA yang mencoba menjawabnya “Karena ilmunya tidak diamalkan”, “Tidak memperhatikan adab dalam belajar”, “Ilmu yang didapat tidak berkah”, dan akupun berusaha menjawab pertanyaan tersebut, sebenarnya jawabanku hampir sama dengan teman-teman yang lain “Ilmu itu berat dan jika dibiarkan tanpa diamalkan lama-lama akan menguap dan perlahan-lahan akan hilang”.

Ustadz pun mulai menjelaskan, jawaban diatas tidak ada yang salah tapi sedikit ada yang kurang dari yang dimaksud ustadz, beliau menukil sebuah perkataan seorang ulama tentang seorang murid yang selalu mendoakan gurunya. Berkata Ahmad bin Al Laits:

“Aku mendengar Ahmad bin Hambal (Murid Imam Syafi’i) berkata: “Aku akan benar-benar mendo’akan Syafi’i dalam shalatku selama 40 tahun, aku berdoa: ”Ya Allah, ampunilah diriku dan orang tuaku, dan Muhammad bin Idris Asyafi’i.” (Manaqib As Syafi’i lil Baihaqi, hal. 254, vol. 2)

Dan ada riwayat lain yang bisa kita temui: Suatu hari, anak Imam Ahmad bin Hanbal, yaitu Abdullah bin Ahmad bin Hanbal menanyakan kepadanya, “Wahai ayahku, bagaimana sosok Imam As-Syafi’i itu? Aku mendengar bahwa engkau banyak mendoakannya.” Imam Ahmad bin Hanbal menjawab, “Wahai anakku, Imam As-Syafi’i itu diperumpamakan seperti matahari bagi dunia, dan kesehatan bagi manusia. Lihatlah, apakah kedua benda itu memiliki pengganti?”

Pernahkah sejenak kita berpikir jika kepada seseorang yang memberi kita makan saja kita tidak lupa untuk mengucap terimakasih dan mendoakannya, terkadang kita berusaha untuk membalas pemberiannya dengan hal yang sama atau sesuatu yang lain. Lantas mengapa kita jarang melakukan hal yang sama kepada seseorang yang memberikan ilmu kepada kita yang dengan ilmu tersebut menjadi lentera, lentera yang mampu memberi cahaya dalam kegelapan, hingga kita mampu mengetahui antara yang Haq dan Batil; kita mampu mengenal lebih dekat Rabb pencipta seluruh alam.

Semua yang kita dapat ini tidak lain untuk menjadikan kita sebagai seorang hamba yang layak bertemu Rabb nya serta mendapatkan naunganNya di hari akhir kelak. Namun mengapa seolah kita tidak sempat untuk mendoakan orang-orang yang telah menunjukan jalan kepada kita, tanpa ilmu tersebut kita bisa menjadi seorang hamba yang tersesat salah jalan tanpa tau arah tujuan.

Sebenarnya bukan maksud seorang guru meminta doa kepada muridnya, namun kita sebagai seorang murid harus mengetahui bahwa mendoakan seorang guru merupakan salah satu adab guna mendapatkan keberkahan ilmu.

Bisa jadi ilmu yang susah teraplikasi dalam diri kita, salah satu penyebabnya tidak ada rasa peduli dan abai kita kepada guru yang ditandai dengan jarangnya kita mendoakan mereka. Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Dan bagi seorang pelajar hendaknya ia mengetahui kehormatan ustadznya dan berterima kasih atas kebaikannya kepada dirinya. Karena sesungguhnya orang yang tidak berterima kasih kepada manusia hakekatnya ia tidak bersyukur kepada Allah, dan (hendaknya) ia tidak mengabaikan haknya dan tidak mengingkari kebaikannya.” (Majmu’ Fatawa 28/17)

Dari sedikit penjelasan di atas kita dapat mengambil pelajaran bahwa betapa pentingnya mendoakan guru-guru kita, ulama terdahulu pun seperti itu. Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah menuliskan lafal doa untuk mendoakan guru.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِمَشَايِخِنَا وَلِمَنْ عَلَّمَنَا وَارْحَمْهُمْ، وَأَكْرِمْهُمْ بِرِضْوَانِكَ الْعَظِيْمِ، فِي مَقْعَد الصِّدْقِ عِنْدَكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

“Wahai Allah ampunilah guru-guru kami dan orang yang telah mengajarkan kami. Sayangilah mereka. Muliakanlah mereka dengan ridha-Mu yang agung, di tempat yang disenangi di sisi-Mu, wahai Yang Maha Penyayang di antara penyayang.”

Semoga dalam proses menuntut ilmu kita tidak lupa untuk mendoakan para guru kita, agar kita mendapat manfaat ilmu dari yang kita pelajari. Seperti ulama terdahulu mereka memiliki ilmu bukan semata karena giatnya belajar, melainkan karena ada keberkahan ilmu dari guru-guru meraka. Wallahu a‘lam.

Oleh: E.Lis

Mahasiswi AGA 4

lanjut baca