Energi Dahsyat Itu Bernama Keimanan

Artikel Mahasiswa    26 Feb 2025    4 menit baca
Energi Dahsyat Itu Bernama Keimanan

Energi merupakan daya atau kekuatan yang dibutuhkan untuk melakukan suatu kegiatan, setidaknya demikianlah definisi energi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. Adapun dalam Al-Qur’an, energi disebut sebagai طَاقَة yang dimaknai dengan kesanggupan. Terdapat dua ayat dalam Al-Qur’an yang mengandung kata طَاقَة, yakni dalam Surah Al-Baqarah ayat 249 dan ayat 286.

Dulu, ketika di bangku sekolah, kita mengenal konsep “Energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, melainkan hanya bisa berubah bentuk.”

Namun, dalam sudut pandang Islam, kita harus sedikit mengubahnya. Energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan oleh manusia, tetapi tidak demikian dengan Allah. Sebab, kita tentu yakin bahwa setiap material yang mampu menghasilkan energi (seperti api, udara, dan air) diciptakan oleh Allah, dan Allah-lah yang memberikan energi pada materi-materi tersebut. Dengan demikian, sudah jelas bahwa Allah juga mampu melenyapkannya.

Mengenai macam-macam energi, Al-Qur’an telah memberikan banyak sekali informasi untuk kita,

  • mulai dari energi panas/kalor, yakni sifat api dan air di neraka yang sangat panas (Surah Ghafir: 72);
  • energi cahaya, tentang sinar matahari yang terang benderang (Surah An-Naba: 13);
  • energi kinetik/gerak, dari angin yang menggerakkan awan (Surah Faathir: 9) atau dari kecepatan orang-orang yang berlari di hari kiamat (Surah Abasa: 34);
  • energi bunyi, yang kekuatannya begitu dahsyat sehingga mampu membinasakan Kaum Tsamud (Surah Hud: 67);
  • energi potensial, yang timbul karena perbedaan posisi tongkat Nabi Musa yang semula dipegang kemudian dijatuhkan dan menjadi ular besar (Surah Al-A’raf: 107);
  • atau energi mekanik, yang muncul saat Maryam menggerakkan batang pohon kurma hingga kurma berjatuhan dan dapat ia nikmati (Surah Maryam: 25).

Dari ayat-ayat tersebut, selayaknya kita takjub bahwa tentang energi telah Allah kabarkan sejak 14 abad yang lalu. MaasyaAllah.

Energi adalah kekuatan yang diperlukan untuk melakukan suatu kegiatan. Dalam Surah Quraisy, Allah menjelaskan kepada kita tentang perubahan energi kimia, yakni makanan menjadi energi lain yang membuat manusia tak lagi lapar, aman dari rasa takut, dan dapat beraktivitas. Angin dapat menggerakkan awan sehingga turun hujan di tanah yang tandus, kemudian tanah tersebut menjadi subur dan tumbuhlah berbagai macam tanaman, yang menunjukkan adanya perubahan energi kinetik menjadi energi kimia. Begitu seterusnya, setiap aspek dalam kehidupan kita memerlukan energi, termasuk berbagai fasilitas yang memudahkan hidup kita, seperti listrik, kompor, berbagai alat elektronik, alat transportasi, alat komunikasi, dan lain sebagainya.

Selain energi dari benda-benda materialistis, ada satu energi nan amat dahsyat yang telah Allah berikan pada setiap diri kita. Dialah keimanan, yang dapat berubah bentuk menjadi suatu usaha yang begitu luar biasa, bahkan jauh dari jangkauan akal manusia.

Keimanan bahwa Allah tak akan menyia-nyiakan hamba-Nya lah yang membuat Ibunda Hajar rela ditinggal suaminya bersama bayi Ismail di lembah tandus tanpa perbekalan, entah dalam waktu berapa lama. Keimanan akan rezeki dari Allah lah yang membuat Maryam yakin bahwa dengan menggerakkan batang pohon kurma (padahal ia begitu lemah), Allah akan menurunkan kurma untuk menambah kekuatannya. Keimanan akan janji pahala Allah lah yang membuat Bilal bin Rabbah rela ditindih dengan batu besar nan amat panas di tengah gurun yang begitu menyiksa. Keimanan akan kemenangan yang Allah janjikan lah yang membuat Rasulullah dan para sahabat teguh menyebarkan agama Allah, meski lemparan batu dan kotoran hewan harus diterima setiap saat, meski celaan dan cacian sungguh sangat menyakitkan dada.

Keimanan bahwa Allah akan mengganti dengan sesuatu yang lebih baik lah yang membuat seorang ayah mampu meninggalkan pekerjaannya di lembaga ribawi, meskipun ia belum tahu esok anak istrinya hendak ia beri makan apa. Keimanan akan jaminan rezeki dari Allah pada setiap makhluk lah yang membuat seorang ayah optimis keluar mencari nafkah di pagi hari, walaupun tak tahu hendak melakukan apa. Keimanan pada surga yang Allah janjikan lah yang membuat seorang istri rela berlelah penuh peluh dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga yang tak kunjung usai. Keimanan pada janji jihad fi sabilillah lah yang membuat seorang ibu ikhlas menikmati rasa sakit saat proses melahirkan buah hatinya. Keimanan bahwa tidak ada yang dapat memperbaiki generasi masa kini kecuali apa yang telah memperbaiki generasi awalnya lah yang membuat para guru berupaya penuh menerapkan pendidikan nabawi, walaupun tantangannya begitu besar.

Energi yang dahsyat itu bernama keimanan, yang sumber energinya berasal dari mengenal objek yang diimaninya. Sebab, bagaimana seseorang akan memiliki keimanan pada Allah jika tak mengenal Allah? Bagaimana mungkin seseorang akan beriman pada malaikat, kitabullah, Rasulullah, dan takdir Allah jika tak mengenal semua itu?

Energi yang dahsyat itu bernama keimanan, yang telah Allah ciptakan untuk penghias diri kita. Yang perlu dipupuk, ditumbuh-suburkan, dan dikuatkan dengan amal saleh. Jika kita tak ingin Allah melenyapkannya dari hati kita, na’udzubillah.

Energi yang dahsyat itu bernama keimanan, yang membuat kita dapat melakukan segala sesuatu jauh dari batas akal kita sendiri.

Sudahkah kita “menghidupkan” energi yang dahsyat itu?

 

Renita Putri Maharani
Mahasiswi AGA 4

lanjut baca