REKONSTRUKSI KOGNITIF ALA NABI

Artikel Dosen    25 Apr 2025    5 menit baca
REKONSTRUKSI KOGNITIF ALA NABI

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata:

Nabi saw mengirim pasukan berkuda ke arah Najd, dan mereka datang membawa seorang laki-laki dari Bani Hanifah bernama Tsumamah bin Utsal, lalu mereka mengikatnya pada salah satu tiang masjid. Nabi keluar menemuinya dan bertanya: "Apa kabarmu, wahai Tsumamah?" Dia menjawab: "Aku punya kabar baik, wahai Muhammad. Jika engkau membunuhku, engkau akan membunuh orang yang mempunyai darah, dan jika engkau berbuat baik, engkau akan berbuat baik kepada orang yang berterimakasih. Jika engkau menginginkan harta, mintalah berapa pun yang engkau kehendaki."

Dia dibiarkan hingga keesokan harinya, lalu Nabi bertanya lagi: "Apa kabarmu, wahai Tsumamah?" Dia menjawab dengan perkataan yang sama. Pada hari ketiga, setelah ditanya, Nabi saw bersabda: "Lepaskan Tsumamah." Tsumamah pergi ke sebuah kebun kurma dekat masjid, mandi, kemudian masuk masjid dan berkata: "Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Wahai Muhammad, dulu wajahmu adalah wajah yang paling aku benci, namun sekarang wajahmu adalah wajah yang paling aku cintai. Dulu agamamu adalah agama yang paling aku benci, namun sekarang ia adalah agama yang paling aku cintai. Dulu negerimu adalah negeri yang paling aku benci, namun sekarang ia adalah negeri yang paling aku cintai."

Tsumamah melanjutkan: "Pasukan berkudamu menangkapku saat aku hendak berumrah. Apa pendapatmu?" Rasulullah memberinya kabar gembira dan memerintahkannya untuk berumrah. Ketika Tsumamah tiba di Mekah, ada yang bertanya padanya: "Apakah engkau telah murtad?" Dia menjawab: "Tidak, aku telah masuk Islam bersama Muhammad . Demi Allah, tidak akan datang sebutir gandum pun dari Yamamah hingga Nabi mengizinkannya." (Shahih al Bukhari, jilid 3, Halaman 123, nomor 2422).

Hadits di atas memberi kita gambaran tentang bagaimana Rasulullah memperlakukan seorang tawanan dengan penuh kesabaran, hikmah, dan pemaafan. Secara ringkas, Tsumamah (seorang pemuka Bani Hanifah) yang sebelumnya memusuhi Nabi dibawa ke hadapan Nabi dalam keadaan terikat di salah satu tiang masjid. Ia berulang kali menyampaikan sikap defensif dan menantang (“jika engkau membunuhku… jika engkau membebaskanku…”), namun Nabi justru membiarkannya beberapa hari, kemudian tanpa paksaan dan tanpa kekerasan, memerintahkan para sahabat untuk melepaskannya. Setelah merasakan ketulusan perlakuan Nabi , Tsumamah kemudian memutuskan untuk mandi, kembali ke masjid, dan menyatakan keislamannya.

Perhatikan perubahan signifikan sikap Tsumamah yang terjadi dalam waktu relatif singkat, dari kebencian yang membara menjadi cinta yang tulus. Apa rahasia di balik itu semua? Tidak lain adalah sikap dan tindakan Rasulullah kepada Tsumamah, yang mengandung nilai-nilai terapi dan intervensi psikologis. Sehingga memberikan pengaruh dan kesempatan bagi Tsumamah untuk menyusun dan membangun ulang pemahaman, sudut pandang, nilai, dan sikapnya.

Berikut adalah analisa terhadap sikap dan tindakan Rasulullah yang mengandung nilai-nilai terapi dan intervensi psikologis:

 

1. Penerapan Prinsip Empati dan Kesabaran

Rasulullah mampu menahan respon agresif terhadap Tsumamah, meski statusnya adalah sebagai musuh. Sikap beliau ini mencerminkan kemampuan kontrol diri (self regulation) yang sangat baik. Bahkan, beliau mampu menunjukkan sikap empati dan berusaha melihat sisi baik dari Tsumamah.

Rasulullah juga memberikan waktu beberapa hari kepada Tsumamah. Hal tersebut ibarat memberi kesempatan ruang refleksi dan kontemplasi, sehingga Tsumamah mampu merenung dan mengevaluasi ulang persepsi dan prasangkanya terhadap Rasulullah dan Agama Islam. Dalam ilmu psikologi, tindakan Rasulullah ini sama dengan memberi jeda atau cooling period, sehingga seseorang dapat memproses konflik internalnya sendiri.

 

2. Dampak Disonansi Kognitif pada Tsumamah

Tsumamah pada awalnya sangat membenci Rasulullah dan Agama Islam. Namun, ketika ia diperlakukan dengan penuh kelembutan dan dimaafkan, ia mengalami benturan kognitif antara keyakinan lamanya (Rasulullah adalah orang jahat) dengan kenyataan bari yang ia saksikan (Rasulullah memaafkan, tidak menyakiti, bahkan membebaskannya), ini artinya Rasulullah adalah orang yang baik.

Disonansi kognitif seperti ini biasanya mampu mendorong seseorang untuk menyelaraskan kembali pikiran dan perasaannya. Dalam kisah Tsumamah, akhirnya ia menerima Islam, karena ia menemukan fakta baru; apa yang selama ini ia dengar (stigma negatif tentang Rasulullah dan Islam) ternyata tidak sesuai dengan fakta yang ia saksikan.

 

3. Menciptakan Lingkungan Psikologis yang Aman

Sikap memaafkan yang dilakukan oleh Rasulullah , tidak hanya berdampak pada Tsumamah, akan tetapi sikap tersebut juga memberikan teladan atau modeling bagi para sahabat. Dalam pembahasan ilmu psikologi, modeling merupakan salah satu teknik kuat yang mampu mengubah perilaku orang lain. Sikap memaafkan yang Rasulullah contohkan, pada akhirnya menciptakan suasana lingkungan psikologis yang aman, sehingga Tsumamah memiliki kesempatan untuk membuka pikirannya.

 

4. Mengubah Pikiran Otomatis Negatif atau Nagative Automatic Thoughts

Pikiran otomatis negatif kerap muncul secara refleks, apalagi ketika seseorang hidup dalam lingkungan yang penuh dengan propaganda negatif tentang pihak lain. Hal inilah yang dialami oleh Tsumamah (sebelum bertemu dengan Rasulullah ), ia hidup di tengah lingkungan yang penuh dengan informasi negatif tentang Rasulullah , sehingga lahir dalam dirinya negative believe (pandangan negatif) tentang Rasulullah dan Islam.

Namun, pengalaman langsung Tsumamah ketika ia melihat bagaimana Rasulullah bersikap lembut dan memaafkan, hal tersebut menantang keyakinan lamanya. Ia pun akhirnya melakukan cognitive restructuring (penyusunan ulang kognisi) ketika menyadari bahwa keyakinan lamanya tidak tepat. Hasilnya, ia berkata: “Sebelumnya, tidak ada wajah yang paling aku benci selain wajahmu, namun sekarang wajahmu adalah wajah yang paling aku cintai.” Ini adalah titik balik kognitif, Ia merombak total skema berpikirnya tentang Rasulullah dan Islam.

 

5. Memberikan exposure & Behavioral Experiment (Paparan dan Eksperimen Perilaku)

Rasulullah mebiarkan Tsumamah tinggal di sekitar Masjid selama beberapa hari, hal ini merupakan kebiasaan beliau dalam memperlakukan tamu asing serta tawanan. Dalam CBT atau (terapi kognisi dan perilaku), hal ini dianggap sebagai paparan – Tsumamah terkena paparan realitas kehidupan Muslimin; ia melihat orang-orang Islam dalam keadaan suci, shalat, serta interaksi dan kebiasaan baik dari Rasulullah dan para sahabat.

Melalui pengalaman langsung ini, Tsumamah melakukan semacam eksperimen perilaku – melihat secara langsung apakah prasangkanya benar atau tidak. Hasilnya, ia justru melihat ketulusan dan kehangatan dari Rasulullah , sehingga hal tersebut mengubah prasangka negatifnya.

 

Penutup

Hadits yang menceritakan sepenggal kisah tentang sikap serta tindakan Rasulullah kepada Tsumamah, membuktikan kepada kita betapa luar biasanya pribadi Rasulullah . Sepenggal kisah saja telah melahirkan konsep-konsep dahsyat yang mampu mengubah seseorang. Pemaafan yang beliau berikan berperan sebagai katalis yang memutus siklus kebencian, dan dapat diibaratkan sebagai intervensi tingkat tinggi dalam model CBT Islami, di mana proses pemaafan adalah bentuk konkret dari irrational belief yang diganti menjadi rational belief (kebencian diganti cinta dan penerimaan).

Alangkah baiknya jika kita mengkaji dengan sangat dalam setiap Hadits dan sirah Rasulullah , sehingga kita mampu menemukan konsep, metode, serta terapi yang tepat untuk mengatasi segala macam permasalahan yang terjadi pada masyarakat.

Wallahu A’lam bissawab

 

M Abduh Al Baihaqi, Lc

lanjut baca