Suami Qowwamah dan Istri Shalihat

Artikel Mahasiswa    07 Feb 2025    4 menit baca
Suami Qowwamah dan Istri Shalihat

Ada satu soal di Ujian Akhir Mustawa mata kuliah Parenting Nabawiyyah yang membuat saya merenung sampai hari ini, yakni mengenai konsep suami qowwamah dan istri shalihat. Ternyata, saat saya berusaha membaca lagi materinya, merenungi, dan merefleksikannya, saya menyadari satu hal yang amat penting: bahwa suami qowwamah dan istri shalihat merupakan keseimbangan peran yang akan menjaga keseimbangan peradaban. Merenunginya membuat saya semakin terkagum bahwa ternyata al-Qur'an memang sesempurna itu dalam mengatur setiap lini kehidupan manusia, maasyaAllah.

Saat kita bicara mengenai rumah tangga, ada dua peran penting di dalamnya, yakni suami dan istri. Masing-masing mempunyai tanggung jawab yang telah Allah atur. Masing-masing mempunyai kewajiban untuk menjadi suami yang qowwamah dan istri yang shalihat.

Allah berfirman dalam Surah An-Nisa ayat 34:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, wanita yang saleh ialah yang taat kepada Allah, lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)."

Seorang lelaki adalah pemimpin bagi wanita, termasuk di dalam rumah tangga. Seorang suami yang qowwamah bagi istri dan anak-anaknya tentu akan menjalankan biduk rumah tangganya menuju sebuah destinasi yang tepat dan pasti. Dengan jiwa kepemimpinannya, ia mampu mengajak seluruh anggota keluarganya untuk mencapai tujuan tersebut.

Ya, suami yang qowwamah tentu dapat merumuskan visi keluarga. Ia tahu apa yang seharusnya menjadi tujuan bagi seluruh anggota keluarga. Tujuan atau visi tersebut tentunya bersumber dari kalamullah, yakni untuk dapat bertemu kembali di surga (Surah At-Thur: 21). Suami qowwamah tentu paham betul bahwa untuk membawa seluruh anggota keluarga menuju surga, ia harus menjaga seluruh anggota keluarganya dari api neraka (At-Tahrim: 6), sehingga tidak ada pemakluman sedikit pun jika ada pelanggaran syariat yang dilakukan oleh anggota keluarganya. Dengan ketegasan dan kewibawaannya, ia mampu menerapkan aturan dalam keluarga.

Suami adalah qowwam, dan ia paham bahwa dalam menjalankan perannya sebagai pemimpin, tak boleh hanya menuntut tanpa memenuhi hak. Suami yang qowwamah tentu akan berusaha amat keras dan tak mudah putus asa untuk dapat memberi nafkah yang baik bagi istri dan anak-anaknya (Surah Al-Baqarah: 233). Ia akan menunjukkan akhlak yang baik terhadap seluruh anggota keluarganya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik kepada istrinya” (HR. Tirmidzi).

Suami adalah qowwam, dan seorang pemimpin tentu tahu bahwa ia tak boleh hanya menerapkan aturan demi aturan tanpa memberi teladan. Ia menginginkan istri dan keturunan yang qurrata a’yun (Al-Furqan: 74). Tentunya, ia paham bahwa ia adalah orang pertama yang harus menyenangkan saat dipandang oleh istri dan anak-anaknya. Menyenangkan dari berbagai aspek, fisik maupun batin, sikap maupun tabiat. Ia tak malu untuk berlemah lembut saat mengajarkan ilmu, memberi nasihat, maupun menegur anggota keluarganya yang salah. Ia tak gengsi membantu urusan rumah tangga istrinya atau mengurus anak-anaknya. Ia menjadi teladan dalam berbagai kebaikan, ia menjadi suami dan ayah idola bagi istri dan anak-anaknya.

Adapun untuk menciptakan keseimbangan peran dalam rumah tangga, selain suami yang qowwamah, diperlukan pula seorang istri yang shalihat.

Seorang istri shalihat tentu sangat paham akan besarnya hak suami atasnya. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Seandainya aku memerintahkan seseorang untuk sujud pada selain Allah, maka tentu aku akan memerintah para wanita untuk sujud pada suaminya, karena Allah telah menjadikan begitu besarnya hak suami yang menjadi kewajiban istri” (HR. Abu Dawud). Mengetahui hal tersebut, istri yang shalihat tentu akan melakukan apa saja demi memenuhi hak suaminya, meskipun harus berlelah-lelah. Sebab baktinya pada suami akan berbalas surga, dan sudah selayaknya surga diraih dengan susah payah.

Istri yang shalihat tentu paham bahwa suaminya mempunyai kelebihan daripadanya (Al-Baqarah: 228), yang karenanya seorang istri rela saat harus menurunkan egonya untuk taat dan patuh pada kepemimpinan suaminya, meskipun di masa lalu ia lebih kaya, lebih terhormat, atau lebih pintar dari suaminya, meskipun ia mendapati kepemimpinan suaminya belumlah sempurna.

Istri yang shalihat tentu paham bahwa ia harus jadi istri setenang malam, yang penuh damai mengistirahatkan, yang cahayanya seindah bintang gemintang dan tak menyilaukan. Layaknya ibunda Khadijah, yang tutur katanya lembut penuh makna menenangkan Rasulullah tatkala ketakutan. Istri yang shalihat tentu akan berusaha pula untuk jadi secerdas Khadijah dan ‘Aisyah, saat memberikan solusi atas permasalahan yang mendera suaminya. Karena sang nahkoda tentu memerlukan partner diskusi dalam menjalankan biduk rumah tangganya.

Suami qowwamah dan istri shalihat adalah konsep sempurna yang telah Al-Qur'an ajarkan berabad-abad silam. Kunci keseimbangan peran dalam rumah tangga demi terciptanya rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Rumah tangga yang penuh ketenangan, cinta, dan kasih sayang. Dari suami yang qowwamah dan istri shalihat, akan tumbuh anak-anak yang juga tenang, penuh cinta, dan kasih sayang, qurrata a’yun bagi ayah bundanya bahkan bagi semesta. Keseimbangan keluarga yang seandainya dijaga oleh tiap keluarga, akan menciptakan keseimbangan peradaban dan melahirkan anak-anak peradaban yang kuat yang akan menduduki dipan-dipan di surga kelak, insyaAllah.

lanjut baca