Darinya Aku Belajar Adab

Artikel Mahasiswa    07 Feb 2025    3 menit baca
Darinya Aku Belajar Adab

Syahdan, adalah seorang murid yang usianya masih amat belia. Pada sebuah ujian akhir semester, hampir di semua mata ujian, nilainya sempurna. Ketika ujian lisan, ia pun dapat menjawab hampir semua pertanyaan gurunya. Padahal, sebagian besar jawaban dari pertanyaan tersebut tidak ada dalam catatan yang diberikan sang guru, pun tidak ada dalam modul, melainkan hanya terucap saat sang guru menyampaikan materi di kelas. Apakah sang murid mencatat setiap kata yang keluar dari lisan gurunya? Wallahu a’lam.

Nilai seharusnya memang bukan menjadi orientasi seorang penuntut ilmu. Namun, dengan nilai, kita dapat mengukur sejauh mana seorang penuntut ilmu tersebut paham terhadap apa yang dipelajarinya. Nilai juga dapat menjadi gambaran tentang adab, jika memang proses pendidikan tersebut baik, sebagaimana sang murid pada kisah di atas.

Murid tersebut tak hanya sempurna dalam nilai akademik, tetapi juga istimewa dalam adab terhadap gurunya. Tak pernah sekalipun sang guru mendapati muridnya tersebut menolak apa yang ia perintahkan, bersuara lebih tinggi dari suara gurunya, ataupun berperilaku yang mengusik hati sang guru.

Setiap bertemu, sang murid selalu menatap mata gurunya dengan khusyuk sambil mengucap “Assalamualaikum,” kemudian mencium tangan sang guru. Lisannya tak pernah mengeluh di hadapan sang guru, ekspresi wajahnya tak pernah masam, dan pandangan matanya hampir tak pernah lepas dari sang guru saat gurunya tersebut menyampaikan materi di kelas. Sebuah adab yang saat ini langka kita temui pada seorang anak berusia 8 tahun.

Nampaknya, keberkahan ilmu telah Allah ﷻ berikan pada sang murid tersebut. Sebab, orangtuanya pun memberi kesaksian yang sama tentang istimewanya akhlak murid tersebut di rumah. Dari sang murid tersebut, kita belajar tentang bagaimana seharusnya adab seorang penuntut ilmu terhadap gurunya.

Dalam nash pun, adab terhadap guru merupakan hal yang amat penting. Hingga kita dapati banyak riwayat tentang adab para salafush shalih terhadap gurunya yang seharusnya kita teladani.

Para sahabat duduk diam saat Rasulullah ﷺ menyampaikan sesuatu, seolah-olah di atas kepala mereka radhiyallahu ‘anhum terdapat burung, dan para sahabat menjaga betul agar burung tersebut tidak sampai terbang. Dari Abu Sa’id Al Khudriy:
“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).

Atau Imam Syafi’i yang begitu menjaga adab di depan gurunya, Imam Malik. Al Imam As-Syafi’i rahimahullah berkata:
“Dulu aku membolak-balikkan kertas di depan Malik dengan sangat lembut karena segan padanya dan supaya dia tak mendengarnya.” (Al Majmu’: 1/36)

Atau Ar-Rabi’ bin Sulaiman rahimahullah yang sangat menghormati ahli ilmu. Beliau berkata:
“Demi Allah, aku tidak berani meminum air dalam keadaan Asy-Syafi’i melihatku karena segan kepadanya.” (Sunan Kubra Al Baihaqi: 552)

Adapun antitesisnya, jika seorang penuntut ilmu berakhlak buruk pada gurunya, DR. Umar As-Sufyani Hafidzahullah mengatakan, “Jika seorang murid berakhlak buruk kepada gurunya, maka akan menimbulkan dampak yang buruk pula, hilangnya berkah dari ilmu yang didapat, tidak dapat mengamalkan ilmunya, atau tidak dapat menyebarkan ilmunya. Itu semua contoh dari dampak buruk.” Naudzubillah.

Diri ini adalah seorang thulaib yang usianya sudah tak lagi muda, namun tentang adab terhadap guru, masih amat jauh dari apa yang diteladankan oleh sang murid dalam kisah di atas. Diri ini sudah lama hidup di dunia, sudah mencicipi ilmu dari para ahli ilmu, namun amal masih amat serampangan, akhlak masih jauh dari mulia, hati masih penuh penyakit, pemahaman terhadap apa yang dipelajari pun masih amat sedikit, dan hafalan pun dengan mudahnya terlupakan. Astaghfirullah.

Tersebab melalaikan adab terhadap guru kah itu? Tersebab adab terhadap guru hanya selesai pada tataran teori tanpa aplikasi kah itu? Hingga keberkahan ilmu tercerabut dalam setiap proses pembelajaran ini? Allahu Rabbi, ampuni hamba.

Oleh: Renita Maharani
Mahasiswi AGA 4

lanjut baca