“Kalian tahu mengapa kini Umat Islam kalah? Karena mereka tak mau menengok sejarah mereka, tak pandai merencanakan sesuatu, dan malas.”
—Moshe Dayan, Former Defense Minister of Zionist
Ini adalah tamparan, sindirian sekaligus fakta yang tak terbantahkan bahwa umat ini memang “sudah lupa” akan Sejarah gemilangnya. Sejarah Panjang penuh pengorbanan nan heroik yang pernah menghadirkan generasi Rabbani yang kokoh dalam balutan iman dan takwa. Mirisnya, saat musuh-musuh islam serius memutar otak mencari kelemahan muslimin, justru umat ini masih terbuai dengan mimpi-mimpi indahnya hingga larut dalam kelalaiannya. Na’udzu billah min Dzalik
Siapa sih yang tak kenal singa Al Qadisiyyah Sa’ad bin Abi Waqqash ? yang kisah keberanian dan kecerdikannya tercatat harum mewangi penuh inspirasi.
Siapa juga yang bisa melupakan kegagahan An Nu’man bin Maqrun dalam perang Nahawand, yang menjadi akhir kedidgdayaan Persia selama-lamanya ?!
Ada yang tahu siapa yang menghancurkan pasukan salibis dalam perang Hitthin yang melegenda itu ? Dialah Shalahuddin Al Ayyubi sang pembebas Al Aqsha dari cengkeraman salibis.
Adakah yang tahu siapa Saifuddin Quthuz ? Dialah pahlawan pemberani yang menghancurkan imperium Mongol untuk selama-lamanya, setelah berulang kali meluluh lantakkan negeri-negeri kaum muslimin?!
Kisah itu masih ada dan akan selalu tersimpan dalam lembaran Sejarah. Bagaimana dengan kita hari ini ?
Sayangnya tidak semua mau membaca sejarahnya sendiri. Padahal umat ini pernah ratusan tahun lamanya memakmurkan bumi ini dengan keadilan dan rasa amannya. Tercatat sepanjang Sejarah umat ini berulang kali mampu melewati masa-masa kritis melawan para durjana yang hendak membumi hanguskan Cahaya islam dari muka bumi ini. Umat ini hebat bukan karena jumlahnya yang banyak, senjatanya canggih, tetapi karena persatuan yang dibangun di atas iman kepada Allah. Buat apa jumlah banyak kalau saling bercerai-berai, masih pikir-pikir untuk membela kawannya yang terzalimi, masih menimbang untung rugi sanksi yang bakal dihadapi.
Hari-hari ini selama sebulan lebih atas apa yang terjadi di Gaza menjadi sebuah Pelajaran mahal bahwa muslimin hari ini bak buih di lautan. Nampak gagah melimpah ruah, tapi tak berkutik saat harus menerjang kerasnya batu karang. Terhempas lepas tak ada power untuk melawan. Begitulah yang terjadi di Gaza selama sebulan ini. Terisolasi, terblokade dari dunia luar belum lagi harus menghadapi bombardir Zionis Yahudi sepanjang waktu tanpa ada dukungan atau bantuan untuk meminimalisir korban jiwa. Yang ada justru Gaza seakan berlari sendirian melawan penjajah Zionis Yahudi. Tapi itulah Gaza, lagi-lagi ingin memberi Pelajaran kepada pemimpin muslim apa itu perjuangan dan pengorbanan, garansi manis kemenangan sejati.
Pertanyaannya, kemana para pemimpin muslim yang menjalani hidupya dengan gemah ripah loh jinawinya, tidak ada konflik, tidak ada peperangan, tidak ada kelaparan ?!
Manakah yang lebih beratmu, melihat saudaranya dibantai atau memutus hubungan dengan bangsa teroris Zionis Yahudi ?!
SAMPAI KAPAN TERUS DIAM..
Pada 21 Agustus 1969, Masjid Al Aqsha dibakar. Api dengan segera melahap sajadah, mushaf Al Quran, atap masjid dan beberapa bagian-bagian masjid yang terbuat dari kayu. Salah satu yang turut terbakar adalah mimbar yg dibuat pada tahun 1187 dan diletakkan di Al Aqsha oleh pemimpin dan pahlawan umat Islam Shalahuddin Al Ayyubi, sang pembebas dan pembuka Al Quds pada tahun yg sama setelah mengalahkam tentara salib yg dipimpin oleh Richard I (The Lionheart) dari Inggris setelah berkuasa hampir 1 abad di sana.
Pelaku pembakarannya adalah seseorang yang berasal dari Australia bernama Dennis Michael Rohan yang didukung penuh oleh pemukim pendatang Zionis Israel lainnya di sana. Umat Islam setempat berusaha memadamkan api tersebut. Namun, upaya tersebut dihalangi oleh tentara Zionis Israel.
Dennis Michael Rohan ditangkap dua hari kemudian pada tanggal 23 Agustus 1969. Namun dibebaskan atas alasan gangguan jiwa.
Hal yang lebih ‘menarik’ adalah pernyataan Perdana Menteri Israel Golda Meir (PM perempuan satu-satunya) pada saat terjadinya kebakaran di Masjid Al Aqsha tersebut. Ia mengaku tidak bisa tidur karena takut negara-negara Arab sekitar dan dunia Islam menyerang Israel sebagai bentuk perlawanan atas terbakarnya Masjid Al Aqsha dan juga kekalahan perang Enam Hari pada tahun 1967, dua tahun sebelumnya. Namun, besoknya ternyata tidak terjadi apa-apa.
Muncullah pernyataan Golda Meir yang diabadikan dalam catatan sejarah yang seharusnya menjadi tamparan keras negara-negara Arab dan dunia Islam:
“Aku tak bisa tidur di hari ketika Al Aqsha terbakar. Dan aku mengira hari itu Israel akan musnah. Namun ketika aku menjumpai pagi, ternyata malah Arab dan Islam-lah yang sedang tertidur”.
Hari ini, 54 tahun setelah terbakarnya Masjid Al Aqsha dan pernyataan Golda Meir, apakah Arab dan dunia Islam masih tertidur? Semoga saja tidak.
Apa yang terjadi hari-hari ini di Gaza menentukan apakah Gaza akan menjadi “sejarah baru”, atau “tinggallah sejarah.” Apakah perjuangan ini akan membangunkan umat dari tidur panjangnya, atau justru terlelap asyik menonton dari kejauhan. Di detik-detik terberat seperti ini di Gaza, justru pertolongan Allah hadir. Berkali-kali sejarah telah mengisahkannya kepada kita.
Semua ini tentunya membuat kita rindu akan sosok pemimpin yang peka dengan permasalahan umat sekecil apapun itu. Pemimpin yang tergerak untuk menolong saudaranya dari kezaliman. Tergerak untuk menyelamatkan kehormatan muslimin dari penjajahan Zionis Yahudi.
Kita berharap sosok itu benar-benar hadir hari ini di Tengah-tengah rakyat Gaza yang terzalimi. Kita ingin keberanian seorang Al Mu’tashim benar-benar menginspirasi para pemimpin muslim hari ini. Yaa.. Dialah Khalifah Abbasiyah Al-Mu’tashim yang hebat itu. Khalifah yang bernama Muhammad bin Harun ar-Rasyid, alias Abu Ishaq Al-Mu’tashim, yang berkuasa semenjak 218 H/ 833 M hingga 227 H/ 841 M. Terlepas apa penilaian beberapa ahli sejarah tentang beliau, yang pasti nama Al-Mu’tashim menorehkan kisah heroik pembelaan sebuah negara terhadap umat Islam yang berujung pada pembebasan gemilang Amuriyyah.
Suatu ketika, Kaisar Romawi bersama sekte Al Khurrami (pemberontak), berhasil menembus Ziltharah dan Maltha. Mereka berbuat keji kepada kaum muslim, serta seorang muslimah dilecehkan disana, lalu muslimah tersebut berteriak, “Dimana Al Mu’tashim!”. Serta merta Al Mu’tashim memenuhi panggilan tersebut dan memobilisasi pasukan besar bersama dirinya menuju kota Romawi yang paling kuat, yakni Amuriyah. Pada tahun 223 H/ 837 M, kota tersebut ditaklukan setelah melalui peperangan yang besar.
Begitulah seharusnya pemimpin. Gentlemen dan tidak gentar dengan gertakan Zionis. Untuk apa takut sedangkan kita punya Allah, kita punya Sejarah yang menginspirasi !? Memang selalu ada resiko dari sebuah keputusan, selalu ada akibat pahit yang harus dirasa, dan kita berharap diamnya sebagian pemimpin muslimin dengan permasalahan di Gaza bukan menjadi alasan hilangnya suatu negeri. Karenanya Jangan merengek sedih, saat engkau terbangun dari lelapmu, Gaza sudah tidak ada lagi.
APAKAH KITA LUPA ?
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَرَى الْمُؤْمِنِينَ فِي تَرَاحُمِهِمْ وَتَوَادِّهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى عُضْوًا تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ جَسَدِهِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Kamu akan melihat orang-orang mukmin dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR. Bukhari no. 6011)
Rakyat Gaza hari ini menantikan pembuktian bahwa kita satu tubuh. Karena luka mereka adalah luka kita, duka mereka adalah duka kita.
Rasulullah Shallallah ‘alaihi wa sallam juga menegaskan dalam salah satu sabdanya,
المُسْلِمُ أَخُو المُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ، وَلاَ يَخذُلُهُ، وَلَا يَكْذِبُهُ، وَلَايَحْقِرُهُ
“Seorang muslim adalah saudara untuk muslim lainnya. Karenanya, ia tidak boleh berbuat zalim, menelantarkan, berdusta, dan menghina yang lain” (HR. Muslim, no. 2564)
Muslim mana yang tega membiarkan saudaranya dizalimi bahkan dibantai dengan sadisnya. Muslim seperti apa yang akan terus terus diam membisu tanpa ada action membela saudaranya yang dibombardir. Gaza kini menunggu lagi masa pembebasannya. Telah lama Gaza berjuang dan sudah ia buktikan bahwa ia perkasa. Hanya tinggal menunggu waktu ketika kelak ia akan merdeka lagi ? kapan ? kemenangan itu dekat, bukankah kita tahu, Allah Maha kuasa atas segala sesuatu.
“Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang perkasa, lalu mereka merajalela di kampung-kampung. Dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana.” (QS Al Isra 5)
“Khaibar Khaibar ya Yahud, jaisyu Muhammad saufa ya'ud..”
“Ingatlah Khaibar wahai Yahudi. Ingatlah Khaibar wahai Yahudi. Tentara Muhammad AKAN KEMBALI...”
REFERENSI:
- Ayyamun Laa Tunsa, Tamer Badr
- Mujaz at-Tarikh al-Islami, Ahmad Ma’mur Al ‘Usairi, hal. 192-193
- Islampos.com, Golda Meir di hari pembakaran Al Aqsha