Ditulis oleh Ustadz M. Abduh Al Baihaqi, Lc
Ada satu bulan khusus yang menjadi percepatan kapasitas orang-orang yang beriman. Bulan itu adalah bulan Ramadhan. Allah menggunakan cara yang luar biasa dalam mendidik kita. Tidaklah berlebihan jika kita sebut Ramadhan ini sebagai bulan pendidikan. Untuk menggali bagaimana Allah mendidik kita dalam bulan ini, mari kita tadabburi firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 183-185.
Tadabbur Al-Baqarah ayat 183
Allah memberikan perintah puasa dalam surat Al-Baqarah ayat 183 yang artinya,
“Wahai orang-orang yang beriman, diperintahkan atas kamu berpuasa agar kamu menjadi orang yang bertaqwa.”
Perintah ini dimulai dengan sebuah panggilan, “Yā ayyuhallażīna āmanụ. Perlu diketahui bahwa terkadang, Allah memanggil dengan sebutan, “Yā ayyuhan-nās, wahai manusia.” Namun kali ini Allah memanggil, “Yaa ayyuhalladziina aamanu, wahai orang-orang yang beriman.”
Di dalam ayat 21 surat Al-Baqarah, Allah memerintahkan menyembah-Nya diawali dengan panggilan untuk manusia. “Yā ayyuhan-nāsu'budụ rabbakumullażī khalaqakum wallażīna min qablikum la'allakum tattaqụn. Hai manusia, sembahlah Rabb-mu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.”
Namun menyangkut ibadah puasa, Allah menyebutkan khusus untuk orang-orang yang beriman. Akan kita lihat pada ayat setelahnya, kewajiban ini bukan hanya untuk orang-orang di masa ini. Kewajiban ini sudah diberikan pada umat-umat sebelum Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam.
Maka, panggilan ini adalah apresiasi atas keimanan yang sudah ada dalam diri kita. Saat seseorang sudah diapresiasi, ia akan tertarik. Saat seseorang sudah dihargai, akan lebih mudah baginya untuk menjalankan perintah.
Setelahnya Allah memberikan keterangan lebih lanjut, “kutiba 'alaikumuṣ- ṣiyāmu, diwajibkan atas kalian berpuasa,” dilanjutkan lagi, “kamā kutiba 'alallażīna min qablikum, sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian.”
Allah mewajibkan puasa bukan hanya untuk umat Nabi Muhammad, namun juga untuk umat-umat terdahulu. Dari hal ini dapat kita ambil beberapa kesimpulan. Yang pertama adalah betapa pentingnya puasa, sampai-sampai syariat puasa diwajibkan untuk setiap umat.
Lalu yang kedua, ibadah puasa ini tidaklah mudah dikerjakan. Namun ketika suatu beban tidak hanya ditanggung oleh satu orang, namun ditopang oleh banyak orang, hasilnya akan terasa lebih ringan. Dalam ayat-ayat lainnya, Allah beberapa kali memberikan hiburan bagi Nabi, bahwa perjuangan dan penderitaan seperti ini sudah dilalui juga oleh orang-orang sebelum beliau.
Saat kita mendapat musibah, seringkali orang menghibur dengan kalimat, “Nak, bukan cuma kamu yang mengalami ini, orang lain juga mengalaminya.” Saat merasa tidak sendiri, beban akan menjadi lebih ringan.
Menahan lapar dan haus itu tidak mudah. Namun puasa tidak hanya diwajibkan pada kita, sudah ada umat terdahulu yang mengerjakannya. Dan mereka bisa melakukannya. Maka, kita pun menjadi merasa lebih mampu untuk melakukan ibadah ini.
“La'allakum tattaqụn. Agar kalian bertaqwa.” Jika ada kata la’alla setelah sebuah perintah, berarti ini menandakan sebab adanya perintah tersebut. Maka, puasa ini mendidik orang-orang untuk menjadi bertaqwa.
Perintah yang dimulai dengan apresiasi, dilanjutkan dengan tujuan perintah itu. Orang pun menjadi antusias untuk mengerjakannya. Orang-orang pun bertanya kapan dilaksanakannya puasa ini.
Tadabbur Al-Baqarah ayat 184
Mari kita lanjut ke ayat setelahnya. Allah tidak langsung menyebut kapan waktunya, namun Allah ingin membuat umat Islam merasa ringan dengan ibadah puasa. “Ayyāmam ma'dụdāt. Pada hari-hari tertentu.” Puasa ini hanya pada hari-hari tertentu, tidak setiap hari. Pertanyaan “kapankah hari tertentu itu?” tidak langsung dijawab. Inilah cara Al-Quran untuk meningkatkan rasa penasaran dan antusiasme orang yang mendengarkan.
Belumlah selesai penasarannya, Allah melanjutkan, “fa man kāna minkum marīḍan au 'alā safarin fa 'iddatum min ayyāmin ukhar. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.”
“wa 'alallażīna yuṭīqụnahụ fidyatun ṭa'āmu miskīn, fa man taṭawwa'a khairan fa huwa khairul lah. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang menambah, maka itulah yang lebih baik baginya.” Kalimat ini menambah perasaan bahwa ibadah ini ringan. Allah belum memberi tahu waktu pelaksanaan ibadah ini, namun Allah menjelaskan keringanan demi keringanan dalam menjalankan ibadah ini. Jika tidak bisa berpuasa, gantinya bukan dengan berpuasa.
Allah pun menutup ayat ini dengan firman-Nya, “wa an taṣụmụ khairul lakum in kuntum ta'lamụn. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” Ayat ini menunjukkan kasih sayang Allah. Allah tahu puasa ini baik untuk hamba-hamba-Nya sehingga Dia wajibkan. Namun Dia juga tidak ingin memberatkan hamba-Nya sehingga berbagai keringanan Dia berikan. Ayat 184 ini ditutup dengan ungkapan, “Puasa lebih baik jika kamu mengetahui.” Artinya, walau ada berbagai keringanan, puasa ini utama untuk dikerjakan.
Tadabbur Al-Baqarah ayat 185
Pada ayat 185, barulah Allah berikan keterangan waktu berpuasa. “Syahru ramaḍānallażī unzila fīhil-qur`ānu hudal lin-nāsi wa bayyinātim minal-hudā wal-furqān. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda.”
Ibadah puasa, yang disebutkan telah diwajibkan atas umat terdahulu, dengan manfaat menjadikan muslim sebagai manusia yang bertaqwa, dilaksanakan di bulan Ramadhan. Di bulan ini, Allah menurunkan Al-Quran. Dalam keterangan lain disebutkan bahwa pada bulan ini juga, Allah menghadirkan Lailatul Qadar. Al-Quran yang turun pada bulan Ramadhan ini berguna sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelas-penjelas bagi petunjuk itu.
Mengapa setelah disebut petunjuk, Allah menyebutkan Al-Quran merupakan penjelas bagi petunjuk? Terkadang saat seseorang mendapat petunjuk, ia kesulitan untuk menggunakan petunjuk tersebut sehingga membutuhkan penjelasan lebih lanjut. Orang yang bisa mengetahui penjelasan lebih lanjut itu adalah orang yang mentadabburi Al-Quran.
Al-Quran juga Al-Furqan, pembeda antara yang haq dan bathil. Terkadang walau sudah mendapat petunjuk dan juga penjelasnya, ia masih samar dalam membedakan haq dan bathil.
Dalam Al-Baqarah ayat 2, Allah menyebutkan bahwa Al-Quran adalah petunjuk bagi orang yang bertaqwa. Pada surat sebelumnya, yakni Al-Fatihah, Allah menyebutkan pula petunjuk. Ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm, tunjukkilah kami jalan yang lurus. Petunjuk itu adalah Al-Quran, yang menjadi petunjuk bagi orang yang bertaqwa. Dalam ayat 183, barulah kita menemukan cara untuk bisa mendapatkan petunjuk dari Al-Quran adalah dengan berpuasa.
Pendidikan di Bulan Ramadhan
Waktu diwajibkan puasa ada pada bulan yang mulia, Ramadhan. Arti asal dari Ramadhan adalah ramadha - yarmudhu, berpanas-panasan di bawah terik matahari. Dalam sebuah hadits, Rasulullah ShallaLlahu ‘alayhi wa Sallam menyebutkan waktu shalat dhuha, yakni حِينَ تَرْمَضُ الْفِصَالُ, ketika anak unta yang sudah disapih kepanasan.
Bulan Ramadhan memang bulan untuk menempa diri. Layaknya logam yang dipanaskan untuk ditempa menjadi pedang, nilainya meningkat menjadi berkali-kali lipat. Kualitas manusia yang menjalani puasa di bulan Ramadhan pun meningkat.
Manusia terdiri dari unsur jasad dan ruh. Unsur jasad ini perumpamaan bagi unsur dunia. Saat berpuasa, seseorang sedang melatih dirinya untuk mengendalikan unsur dunianya. Alhasil, unsur dunianya ini mampu berkembang dengan baik.
Unsur jasad dan ruh perlu selalu berada dalam keseimbangan. Sepanjang tahun, manusia berusaha memenuhi kebutuhan jasadnya. Jika tidak dikendalikan, unsur jasad akan mengambil jatah unsur ruh. Maka saat berpuasa sebulan penuh, ia mengembalikan lagi keseimbangan antara unsur jasad dan ruhnya.
Di antara semua ibadah, hanya puasa yang Allah sebutkan, “puasa itu untuk-Ku, dan Akulah yang akan membalasnya". Ibadah lain bisa dilihat oleh manusia. Shalat itu bisa terlihat orang lain. Berzakat dan haji juga. Namun hanya Allah yang mengetahui seseorang berpuasa atau tidak. Apakah semua orang yang tidak makan dan tidak minum itu berpuasa? Belum tentu. Walau sahur sekali pun, belum tentu seseorang berpuasa.
Makna dari taqwa adalah wiqaya (menjaga, berhati-hati), artinya berhati-hati menjaga diri agar tidak masuk ke dalam murka dan adzab Allah. Dalam surat At-Tahrim ayat 6, Allah berfirman “qū anfusakum wa ahlīkum nāra, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” Qū merupakan fi’il amr dari taqwa, yang berarti tindakan preventif.
Taqwa merupakan pencegahan, caranya melalui menjalankan semua perintah dan menjauhi semua larangan. Bagaimana puasa bisa menghasilkan manusia yang menjalankan semua perintah dan menjauhi semua larangan?
Puasa, Latihan Menahan Syahwat
Puasa merupakan latihan untuk tidak melakukan apa yang diinginkan oleh syahwat kita. Tiga hal mendasar yang syahwat inginkan dilarang di dalam puasa, yakni makan, minum, dan berhubungan suami istri. Begitu seseorang mampu mengendalikan dirinya untuk tidak memenuhi kebutuhan syahwatnya, maka diharapkan ia akan melakukan 2 hal. Yang pertama saat Allah memerintahkan sesuatu lalu syahwatnya menghalangi dirinya, ia akan mampu mengendalikan syahwatnya. Yang kedua saat Allah melarang sesuatu lalu syahwatnya menggodanya, ia akan mampu pula mengendalikan syahwatnya. Apalagi puasa ini dilakukan di bulan diturunkannya Al-Quran.
Kebanyakan orang menyangka puasa hanyalah tidak makan, tidak minum, dan tidak berhubungan suami istri. Sangkaan ini membuatnya tidak berusaha mengendalikan syahwat yang lain. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam sudah menyampaikan, “Barangsiapa yang tidak mampu meninggalkan perkataan yang buruk dan perbuatan sia-sia ketika dia berpuasa, maka Allah tidak butuh dengan puasanya.”
Karena tidak paham makna puasa ini, banyak yang “balas dendam.” Saat berbuka, ia melahap banyak sekali makanan. Bahkan saat di tengah hari pun, ia sibuk merencanakan banyaknya makanan yang akan ia makan saat berbuka. Begitu bulan Ramadhan berakhir, ia lampiaskan pula syahwat makan dan minumnya. Kalau seperti ini, apa fungsinya puasa baginya? Akan sulit baginya untuk menahan berbagai syahwat di luar bulan puasa jika seseorang tidak memahami esensi dari berpuasa dengan baik.
Salah satu hal yang bisa menjadi racun bagi hati adalah memenuhi syahwat perut. Banyak makan dan banyak minum bisa mematikan hati. Semua kejahatan di dunia ini bermula dari syahwat perut. Orang yang sudah terbiasa memenuhi syahwat perutnya akan mudah terjerumus melakukan berbagai kemaksiatan. Ia hanya akan berpikir untuk memenuhi syahwatnya.
Maka, berpuasa merupakan latihan yang akan menghasilkan generasi yang unggul. Dengan disyariatkannya ibadah berpuasa ini di bulan mulia, bulan Ramadhan, manfaat dari puasa akan lebih terasa bagi umat ini. Jangan sia-siakan Ramadhan ini, pastikan kapasitas diri kita benar-benar meningkat di bulan pendidikan ini. Semoga Allah jadikan kita orang-orang yang bertaqwa.
Bagaimana Mengenalkan Esensi Puasa pada Anak-Anak?
Bantu anak untuk memahami bahwa di dalam tubuhnya ada jiwa. Jika ia selalu makan berlebihan tanpa terkendali, jiwanya akan menjadi manja. Berawal dari hanya menuruti keinginan semua yang ingin ia makan, kelak setiap keinginan menjadi harus ia turuti. Dengan berpuasa, anak mencoba menahan keinginan untuk makan dan minum sehingga jiwanya akan menjadi kuat.