Berbicara tentang kawula muda, maka yang terbesit dalam benak kita adalah tentang, semangat, kemandirian, kreatif, dan penuh karya. Didalam Q.S Ar-Rum ayat 54 Allah mendefinisikan tentang pemuda:
“Dialah Allah, yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.”
Maka ketika kita merangkai apa yang tersebutkan di dalam Q.S Ar-Rum ayat 54 ini, dapat kita ambil kesimpulan bahwa pemuda adalah adalah tulang punggung yang membentuk komponen pergerakan. Karena mereka memiliki kekuatan yang produktif dan kontribusi (peran) yang terus-menerus. Dan pada umumnya, tidaklah suatu umat akan runtuh, karena masih ada pundak para pemuda yang punya kepedulian dan semangat yang membara.
Dan dari ayat ini, Al-Qur’an memotret bahwa pemuda merupakan suatu kekuatan diantara 2 kelemahan.
2 kelemahan dalam hal ini yang dimaksud adalah masa ketika masih kanak-kanak dan masa ketika telah menua.
Sebagimana yang kita ketahui, di usia kanak-kanak kemampuan manusia masih sangat terbatas, sebab tenaga yang dimiliki belum terlalu banyak. Sama halnya dengan ketika seseorang telah memasuki usia tua, kemampuan menjadi terbatas, sebab tenaga yang dimiliki sudah tidak lagi sama seperti halnya saat usia mereka masih muda.
Adapun kelemahan yang diakibatkan oleh faktor usia ini pun juga dibatasi oleh waktu (usia yang semakin berkurang). Dalam hal ini kita dapat mengambil pelajaran, bahwa dengan kekuatan itu seorang pemuda seharusnya bisa bergerak (membawa perubahan), menggerakkan dan mempengaruhi, tentunya untuk sesuatu yang mampu membawa dan mengarahkannya pada kebaikan.
Selain itu, yang menjadikan pemuda berbeda dari 2 fase yang berada di antara sebelum dan sesudahnya adalah cara berfikir. Iya, cara berfikirlah point utama yang menjadi sebab mengapa di fase ini disebut sebagai fase sangat istimewa. Namun berbeda halnya dengan realita yang terjadi pada saat ini, banyak pemuda yang tidak mengambil kesempatan emas untuk berkarya di fase ini. Waktu mereka dihabiskan dalam kesia-siaan, maka tidak heran bila tidak sedikit dari pemuda saat ini bingung dengan masa depan, akibat fokus mereka tidak disibukkan dengan karya.
Inilah yang menjadi problem serius pada generasi kita, mereka tidak sadar dengan kekuatan yang ada pada dirinya.
Lain halnya ketika berbicara pemuda yang ada pada masa Rasulullah saw dan para sahabat.
Salah satu diantaranya adalah Usamah bin Zaid ra,yang merupakan anak dari sahabat Zaid bin Haritsah ra. Diusianya yang baru menginjak kurang lebih sekitar 18 tahun, ia dipercaya oleh Rasulullah saw yang pada saat itu sedang sakit, untuk memimpin pasukan perang di perbatasan Syam, yang anggotanya terdiri dari para pembesar sahabat seperti Abu Bakar ra dan Umar bin Khatab ra. Meski dari beberapa kalangan para sahabat ada yang meragukan kemampuannya, namun atas izin Allah akhirnya pasukan musuh mampu dikalahkan dengan cepat di bawah kepemimpinannya.
Selain Usamah, masih banyak lagi potret para sahabat yang bisa dijadikan teladan semangat dan karyanya. Adalah Muhammad Al-Fatih, ia adalah seorang putra keturunan Dinasti Turki yang bernama Sultan Murad II.
Sejak kecil Muhammad Al-Fatih mendapatkan pendidikan yang cukup baik dari orang tuanya. Ayahnya yakni Sultan Murad II sangat memperhatikan pendidikan Muhammad Al Fatih sejak dari kecil. Bahkan di usianya yang masih belia ia sudah mampu menghafal 30 Juz Al-Qur’an , mempelajari hadist-hadist, ilmu fiqih, ilmu falaq serta strategi perang.
Al-Fatih memang sejak dari kecil sudah disiapkan untuk menjadi pemimpin, maka tidak heran apabila ia tumbuh dengan ilmu dan karya yang luar biasa, salah satu diantaaranya adalah kemampuannya dalam menaklukkan Kota Konstantinopel pada usia 22 tahun. Maka beginilah seharusnya seorang pemuda Islam, yang memiliki kekuatan tidak hanya sebatas pada fisik tetapi juga kekuatan untuk menjadi pemimpin serta kemampuan dalam menghasilkan karya untuk membangun peradaban.
Wallahu ‘alam bishowab…
Oleh: Nevi Tri Wahyuni
Mahasiswi AGA5