MENJALANKAN SYARIAT HANYA AGAR TELIHAT TAAT

Artikel Dosen    10 Oct 2023    5 menit baca
MENJALANKAN SYARIAT HANYA AGAR TELIHAT TAAT

Al-Quran adalah petunjuk sempurna yang mampu memandu umat manusia mengarungi kehidupannya di dunia. Setiap ayat yang ada di dalamnya terkandung pelajaran-pelajaran berharga bagi siapapun yang ikhlas mempelajarinya.

Sebuah renungan dari penggalan kisah yang pernah mencoreng sejarah manusia, kisah yang memperlihatkan bagaimana sebuah perintah Allah Azza wa Jalla diakali oleh sebuah kaum yang paling banyak Allah Azza wa Jalla utus kepadanya rasul, kaum yang paling banyak Al-Quran singgung kisah dan perilakunya dan paling berani menentang nabi-nabinya. Mereka adalah Bani Israil, anak keturuan dari Nabi mulia, Nabi Ya’kub alaihis salam.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

﴿ وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِيْنَ اعْتَدَوْا مِنْكُمْ فِى السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُوْنُوْا قِرَدَةً خٰسِـِٕيْنَ ٦٥ ﴾ ( البقرة/2: 65)

Sungguh, kamu benar-benar telah mengetahui orang-orang yang melakukan pelanggaran di antara kamu pada hari Sabat, lalu Kami katakan kepada mereka, “Jadilah kamu kera yang hina!”. (Al-Baqarah/2:65)

Menurut ahli tafsir pelanggar dalam ayat ini adalah Bani Israil yang hidup di masa Nabi Dawud alaihis salam, peristiwa ini terjadi di sebuah tempat yang bernama Eila, sebuah tempat yang terletak di dekat laut Merah.

Kejadiannya bermula tatkala Allah Azza wa Jalla mengambil sebuah janji di antara mereka. Allah perintahkan mereka agar meninggalkan segala aktivitas termasuk pekerjaan harian mereka mencari dan mengambil ikan di laut, Allah Azza wa Jalla meminta satu waktu agar mereka berdiam khusyu’ di kediaman mereka hanya untuk beribadah.

Di sisi lain, Allah Azza wa Jalla menjadikan hal ini sebagai ujian mereka. Allah mendatangkan sebuah nikmat di saat mereka harus diam berkhidmat, Allah munculkan sebuah karunia di depan mata mereka, namun karena harus taat kepada perintahNya mereka hanya bisa merelakan nikmat-nikmat tersebut pergi tanpa memperolehnya. Padahal di hari lain belum tentu nikmat tersebut datang kepada mereka.

Allah Azza wa Jalla menyebutkan.

﴿ ..... اِذْ تَأْتِيْهِمْ حِيْتَانُهُمْ يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعًا وَّيَوْمَ لَا يَسْبِتُوْنَۙ لَا تَأْتِيْهِمْ ۛ كَذٰلِكَ ۛنَبْلُوْهُمْ بِمَا كَانُوْا يَفْسُقُوْنَ ١٦٣ ﴾ ( الاعراف/7: 163)

(yaitu) ketika datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka bermunculan di permukaan air. Padahal, pada hari-hari yang bukan Sabat ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami menguji mereka karena mereka selalu berlaku fasik. (Al-A'raf/7:163)

Imam al-Baghawi menggambarkan ujian ini dengan kalimatnya, “Tidak ada satu pun ikan di laut kecuali berkumpul di tempat tersebut, mereka membuka mulut-mulut mereka di permukaan air sebab amannya (diri mereka dari manusia), bahkan saking banyaknya ikan yang naik ke permukaan, membuat lautan tidak menampakkan airnya. Kemudian jika sudah lewat hari Sabat, ikan-ikan tersebut kembali ke dasar laut hingga tidak nampak satu ekor pun di sana”.

Tatkala hal ini terus berlanjut setan datang seraya menguatkan niatan dan keinginan dalam hati mereka, “Sungguh kalian itu hanyalah dilarang mengambilnya pada hari Sabat….”. Maka terbujuklah mereka.

Mulailah mereka berpikir keras mencari cara mendapatkan ikan-ikan itu tanpa harus beranjak dari kediaman dan meninggalkan ibadah mereka.

Beberapa laki-laki di antara mereka mencoba membuat perangkap sederhana. Sehari sebelum hari Sabat mereka membuat beberapa kubangan di tepi pantai. Kubangan-kubangan tersebut memiliki selokan yang terjulur sampai ke laut.

Tatkala hari Sabat tiba, berkumpullah banyak ikan seperti biasanya. Sesuai dengan harapan mereka, dengan adanya ombak yang mengalir ke tepi laut, ikan-ikan tersebut pun ikut terseret ombak masuk ke dalam kubangan-kubangan yang telah disiapkan tanpa bisa kembali ke laut.

Keesokan harinya, setelah ibadah Sabat selesai, mereka datang mengambil ikan-ikan yang terperangkap di setiap lubang yang sudah mereka siapkan.

Sekilas apa yang mereka lakukan bukanlah sebuah penyelewengan dan juga bukan pelanggaran. Perintah Allah Azza wa Jalla agar pada hari Sabat mereka berdiam diri, khusyu’ beribadah dan tidak bekerja tetap terlaksana.

Namun Al-Quran tidak memandang demikian. Apa yang mereka kerjakan merupakan perbuatan dosa, bahkan Allah menghukum mereka dengan seburuk-buruk hukuman. Allah Azza wa Jalla ubah mereka menjadi kera dan babi. Dalam riwayat Qatadah disebutkan para pemuda berubah menjadi kera sedangkan yang tua berubah menjadi babi.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang sesuatu yang lebih buruk pembalasannya daripada itu di sisi Allah? (Yaitu balasan) orang yang dilaknat dan dimurkai Allah (yang) di antara mereka Dia jadikan kera dan babi. (Di antara mereka ada pula yang) menyembah Tagut.” Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus. (Al-Ma'idah/5:60)

Para pembaca yang budiman.

Dalam kacamata syariat, apa yang mereka lakukan ini disebut dengan hilah yaitu melakukan sesuatu secara samar dengan tujuan dapat memperoleh maksud yang diinginkan.

Tidak semua hilah dilarang dan dicela dalam syariat kita, ada juga yang diperbolehkan.

Orang yang mengucapkan kalimat kufur dengan terpaksa karena terancam, padahal hatinya masih teguh beriman adalah termasuk ke dalam hilah yang diperbolehkan. Begitu juga dengan seseorang yang memiliki harta berlebih tapi karena khawatir terkena zakat maka ia belanjakan sebagian kecil hartanya agarr tidak terpenuhi syarat zakatnya juga termasuk diperbolehkan.

Apa yang dilakukan Bani Israil dalam kisah ini adalah sebuah pelanggaran. Perbuatan hilah yang dilakukan mereka termasuk yang diharamkan.

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan.

هَؤُلَاءِ قَوْمٌ احْتَالُوا عَلَى انْتِهَاكِ مَحَارِمِ اللَّهِ، بِمَا تَعَاطَوْا مِنَ الْأَسْبَابِ الظَّاهِرَةِ الَّتِي مَعْنَاهَا فِي الْبَاطِنِ تَعَاطِي الْحَرَامِ

Mereka adalah kaum yang melakukan hilah (mengelabui) melanggar larangan Allah, yaitu dengan melakukan sesuai sebab yang nampak (diperbolehkan) padahal maknanya secara batin adalah perbuatan haram”.

Imam al-Baghawi juga menyebutkan bahwa para penduduk sebenarnya sudah mengetahui akan kesalahan perbuatan tersebut. Mereka tahu perbuatan mereka salah. Sebagian lain dari mereka pun juga sudah menyeru agar menghentikan perbuatan tersebut. Namun mereka terus mengabaikan kelompok yang tidak setuju hingga terpaksa kelompok tersebut keluar dari kampung mereka.

Selaras dengan ini, dalam penggalan kisah lain mereka, sebuah larangan Allah juga pernah mereka akali. Tatkala mereka dilarang memakan lemak bangkai, mereka mencoba membuatnya seolah tidak memakannya. Padahal mereka olah lemaknya, mereka jual olahannya, kemudian mereka makan hasil darinya

Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan, “Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi, ketika Allah 'azza wajalla mengharamkan lemak bangkai, ternyata mereka tetap mengolahnya juga, kemudian mereka menjualnya dan hasil penjualannya mereka makan.”. (Muslim)

Para pembaca yang budiman!

Kalau kita renungkan lebih dalam akan kerasnya azab yang turun kepada mereka kemungkin sebabnya bukan hanya karena pelanggaran ini. Berbagai dosa besar seperti membunuh para nabi dan rasul, melakukan riba dan banyak melanggar perintah Allah Azza wa Jalla adalah serangkaian dosa besar yang terus mengendap di antara mereka, maka tatkala azab datang dan ditimpakan, azab tersebut akan berlipat-lipat keburukannya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

﴿ وَاَطِيْعُوا اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَۚ ١٣٢ ﴾ ( اٰل عمران/3: 132)

Taatilah Allah dan Rasul (Nabi Muhammad) agar kamu diberi rahmat. (Ali 'Imran/3:132)

Taat kepada Allah Azza wa Jalla secara mutlak adalah kunci turunnya kasih sayang, hati yang ikhlas melaksanakan perintah-Nya Azza wa Jalla adalah wasilah mendapatkan keridhoan dari-Nya Azza wa Jalla.

Kita memohon kepada-Nya agar selalu diberi karunia berupa ketaatan yang sempurna dan keistiqamahan dalam menjalakan syariat-Nya. Amin.

Wallallahu Ta’ala A’la wa a’lam bis shawab.

 

Disusun oleh Hamam Zaky

lanjut baca