HARI ISTIMEWA DI BULAN MULIA

Artikel Dosen    15 Jun 2024    5 menit baca
HARI ISTIMEWA DI BULAN MULIA

Ditulis oleh Ustadz Matahari Satria, Lc

 

Ketika Nabi ﷺ hijrah dan tiba di Madinah, masyarakat Madinah memiliki dua hari raya yang digunakan untuk bersenang-senang. Rasulullah ﷺ bersabda,

 إِنَّ اللَّهَ قَد أَبْدَلَكم بِهِما خَيرًا مِنهُما يَومَ الأَضْحَى ويومَ الفِطرِ

“Sesungguhnya Allah menggantikan kamu dua hari yang lebih baik darinya, yaitu hari raya Fitri dan Adha”. HR. Abu Daud

Allah memberikan beberapa hari raya bagi kaum muslimin sebagai ganti kebiasaan masyarakat Madinah. Ada hari raya yang sifatnya pekanan dan dua hari raya yang datang setiap tahun sekali tanpa terulang dalam setahun.

Hari jumat merupakan hari raya pekanan bagi kaum muslimin. Saat itu merupakan puncak terselesaikannya perputaran solat lima waktu dalam sepekan. Setiap kali satu putaran ini selesai, mereka diperintahkan untuk berkumpul di hari terselesaikannya putaran tersebut. Hari jumat memiliki kemiripan dengan haji. Sebagian mengatakan shalat Jumat adalah hajinya orang yang tak berpunya. Sa’id bin Musayyab berkata, “menghadiri shalat Jumat lebih aku sukai daripada melaksanakan haji sunnah”.

Sementara, hari raya tahunan adalah Idul Fitri dan Idul Adha. Idul Fitri dilaksanakan usai puasa Ramadhan yang termasuk rukun ketiga di antara rukun dan bangunan Islam. Ketika seorang muslim telah menyempurnakan puasa wajib bagi mereka selama sebulan maka Allah mensyariatkan hari raya.

Hari raya tahunan yang kedua adalah Idul Adha pada tanggal sepuluh Dzulhijjah. Hari raya ini dilaksanakan setelah menyempurnakan haji. Rangkaian ibadah haji dipuncaki dengan wukuf di Arafah pada tanggal 9 Hijriah. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ, “Haji itu Arafah”. HR. Tirmidzi

Hari Arafah adalah hari spesial. Ia merupakan hari disempurnakannya agama Islam dan dicukupkannya nikmat. Hari itu Jumat saat Nabi sedang wukuf di Arafah, Allah turunkan Ayat,

 اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًا

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu”. (QS. Al-Maidah: 3)

Hari Arafah adalah hari raya bagi orang yang berwukuf. Nabi ﷺ bersabda, “hari Arafah, hari nahr, dan hari-hari Tasyriq adalah hari raya kami orang Islam, ia adalah hari makan dan minum”. 

Bagi mereka yang tidak berhaji, puasa pada hari itu dapat menghapus dosa yang telah lalu dan akan datang. Hal itu sebagaimana yang disampaikan oleh Abu Qatadah, sesungguhnya Rasulullah ﷺ ditanya puasa  hari Arafah maka beliau bersabda,

صِيَامُ يَومِ عَرَفَةَ أَحتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَومِ عَاشُورَاء َأَحتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ

 “Puasa Arafah (9 DzulHijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu”. HR. Muslim.

Pada hari itu Allah mengampuni dosa dan membebaskan seorang hamba dari neraka. Allah juga membanggakan orang yang wukuf. Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidak ada hari yang lebih banyak Allah membebaskan seorang hamba dari neraka dibanding pada hari Arafah. Sesungguhnya Dia mendekat dan membanggakannya (di hadapan) para malaikat, seraya bertanya, “apa yang mereka inginkan?”. HR. Muslim

Setelah puncak rangkaian ibadah haji, esoknya adalah hari raya bagi seluruh umat Islam di seluruh negara, baik yang melaksanakan haji maupun yang tidak. Pada hari itu kaum muslimin, baik yang haji maupun yang tidak, disyariatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah kurban.

Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitabnya Lathaiful Ma’arif mengatakan, shalat dan menyembelih kurban yang tergabung dalam hari raya Idul Adha lebih utama daripada bergabungnya shalat dan zakat yang dilaksanakan pada hari raya Idul Fitri. Inilah mengapa Rasulullah ﷺ diperintahkan agar bersyukur kepada Allah dengan melaksanakan shalat dan menyembelih kurban setelah Allah mengaruniakan surah al-Kautsar. Beliau juga mendapat perintah, “katakanlah: sesungguhnya solatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam”. QS. Al-An’am: 162

Ketika menafsirkan ayat kedua dari surah al-Kautsar, Ibnu Taimiyah menguraikan, “Allah mengumpulkan dua ibadah yang agung, yaitu solat dan menyembelih kurban yang menunjukkan sifat taqarrub, tawadhu, merasa butuh kepada Allah Subhaanahu wa ta'ala, husnuzhan, keyakinan yang kuat dan ketenangan hati kepada Allah, janji, perintah, serta keutaman-Nya. (Majmu fatawa)

Pada hari Ied, ibadah kurban lebih baik daripada bersedekah dengan uang yang senilai dengan hewan kurban. Ibnul Qayyim berkata, “penyembelihan yang dilakukan di waktu mulia lebih afdhol daripada sedekah senilai penyembelihan tersebut. Oleh karenanya jika seseorang bersedekah untuk menggantikan kewajiban penyembelihan pada manasik tamattu’ dan qiran meskipun dengan sedekah yang bernilai berlipat ganda, tentu tidak bisa menyamai kedudukan udhiyah”.

Berbeda dengan Idul Fitri yang hanya sehari, Idul Adha memiliki jumlah hari yang lebih Panjang yang disebut dengan hari tasyrik. Ibnu Umar dan mayoritas ulama menafsirkan firman Allah ta’ala, ingatlah Allah di hari-hari yang terbilang”. (QS. Al-Baqarah: 203) dengan tiga hari setelah Idul Adha, yaitu rangkaian hari Tasyrik. Sementara Ibnu Abbas dan Atha berpendapat bahwa “hari-hari yang terbilang” adalah empat hari, mulai dari Idul Adha dan 3 hari setelahnya.

Allah mengistimewakan hari tasyrik dengan menjadikan hari itu sebagai waktu Istimewa untuk berdzikir. Allah perintahkan kaum muslimin untuk memperbanyak dzikir di hari ini. Rasulullah bersabda,

أَعظَمٌ الأَياَّمِ عِندَ اللهِ يَومُ النَّحْرِ، ثُمَّ يَومُ القَرِّ

“Hari yang paling agung di sisi Allah adalah hari kurban (idul Adha) kemudian hari al-Qarr”. (HR. Abu Dawud)

Hari al-Qarr adalah tanggal 11 Dzulhijjah atau hari kedua setelah hari kurban. Hari tasyrik adalah hari makan dan minum sehingga tak boleh berpuasa pada hari tersebut. Rasulullah ﷺ bersabda, 

أيَّامُ التَّشرِيقِ أيَّامُ أكلٍ وَشُربٍ وَذِكرِ الله

“Hari Tasyrik adalah hari makan, minum, dan banyak mengingat Allah”. (HR.Muslim)

Ibnu Rajab mengatakan, “kita dilarang berpuasa pada hari tasyrik karena hari tasyrik adalah hari raya kaum muslimin, disamping hari raya kurban. Karena itu, tidak boleh puasa di Mina maupun di daerah lainnya, menurut mayoritas ulama. Tidak sebagaimana pendapat Atha yang mengatakan, sesungguhnya larangan puasa di hari tasyrik, khusus bagi orang yang tinggal di Mina”.

Ketika orang-orang yang bertamu ke Baitullah telah mengalami keletihan karena perjalanan berat yang mereka lalui, di samping kelelahan setelah ihram dan melaksanakan manasik haji dan umrah, Allah mensyariatkan kepada mereka untuk beristirahat dengan tinggal di Mina pada hari kurban dan 3 hari setelahnya. Allah perintahkan mereka untuk makan daging sembelihan mereka. Di saat itulah, mereka mendapatkan jamuan dari Allah, karena kasih sayang Allah kepada mereka.

Sementara itu, kaum muslimin di belahan negeri yang lain, turut menyemarakkan ibadah seperti yang dilakukan jamaah haji. Kaum muslimin memperbanyak amalan ibadah selama 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Mereka juga disyariatkan untuk memperbanyak dzikir, bersungguh-sungguh dalam ibadah, dan Bersama-sama berusaha menggapai ampunan Allah, dengan menyembelih hewan kurban. Setelah itu mereka bersama-sama merayakan Idul Adha dan hari tasyrik. Setelah mereka lelah dengan memperbanyak ibadah, selanjutnya mereka beristirahat, menikmati hidangan daging kurban di hari Tasyrik.

Pada hari tasyrik dianjurkan untuk memperbanyak dzikir. Menyemarakkan dzikir pada hari tasyrik di antaranya dengan melakukan takbiran setiap selesai shalat wajib. Ini sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat. Umar bin Khattab dulu bertakbir setelah shalat subuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah solat zuhur pada tanggal 13 Dzulhijjah. Demikian juga sahabat Ali bin Abi Thalib dimana beliau bertakbir setelah shalat subuh tanggal 9 Dzulhijjah sampai ashar 13 Dzulhijjah.

Selain memperbanyak dzikir, kita juga dianjurkan untuk memperbanyak berdoa kepada Allah ta’ala. Ikrimah, murid Ibnu Abbas mengatakan, “Doa berikut dianjurkan untuk dibaca pada hari tasyrik:

رَبَّنَا آتِنا فِي الدنيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَة وَقِنَا عّذابَ النَّارِ

Abu Kinanah al-Quraisy mendengar Abu Musa al-Asy’ari berkata dalam khutbah Idul Adha, “setelah hari raya kurban ada tiga hari, di mana Allah menyebutnya sebagai al-ayyam al-Ma’dudaaat (hari-hari yang terbilang), doa pada hari ini, tidak akan ditolak. Karena itu perbesarlah harapan kalian”.

Semoga Allah memberikan keistiqomahan kepada kita untuk mengisi hari-hari Istimewa dengan amal Istimewa.

 


Referensi: 

Lathaiful Ma’arif, Ibnu Rajab al-Hanbali

lanjut baca