Apa itu Cinta?
Begitu kiranya yang muncul dalam benak jika membahas cinta. Kadang hati terasa bisa memahaminya. Akal pun juga seakan mampu mengenalinya. Namun dalam mendeskripsikan apa itu cinta tidak sedikit para ahli berbeda satu dengan yang lainnya.
Al-Qadhi Iyyadh (w 544 H) mendefinisikan cinta secara global.
الميل إلى ما يوافق الإنسان...
“Kecenderungan kepada apa yang disepakati oleh seseorang”. (as-Syifa Bi Ta’rifi Huquqi al-Mushthafa, al-Qadhi Iyyadh)
Kecenderungan inilah yang menjadikan cinta memiliki rupa. Ia akan memunculkan tanda-tanda sehingga bisa dilihat dan dirasa, termasuk cinta kepada manusia yang paling berjasa bagi kita, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
Cinta kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah satu di antara dasar iman yang harus dimiliki seorang mukmin. Seseorang belum sempurna keimanannya tanpa menghadirkan cinta kepada sang pembawa risalah. Siapapun yang telah mengikrarkan 2 kalimat syahadat maka wajib bagi dirinya menyediakan ruang cinta kepada Nabinya, bahkan ia harus menempatkannya pada urutan pertama.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda.
“Demi Zat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, tidaklah sempurna iman seseorang hingga aku menjadi orang yang paling ia cintai daripada orang tuanya, anaknya dan seluruh manusia”. (H.R. Bukhari)
Posisi cinta kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah yang pertama. Harus lebih tinggi dan harus lebih besar dari cinta kepada seluruh manusia, bahkan dari dirinya sendiri.
Beliaulah yang menunjukkan manusia akan Tuhannya, yang mengajarkan kebaikan dan kebenaran sesungguhnya. Melalui usaha dan perjuangan luar biasa beliau, manusia kemudian mengetahui hakikat dirinya di dunia. Sehingga wajar jika sebagai seorang muslim ia kemudian jatuh cinta kepada sang khoirul bariyyah.
Tidak hanya itu, dalam banyak riwayat disebutkan betapa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah sosok yang sangat cinta dan sayang kepada umatnya. Setiap selesai mengerjakan shalat, beliau selalu memohonkan doa dan ampunan kepada umatnya. Lelehan air mata suci beliau juga pernah tertumpah karena sangat mengkhawatirkan umatnya. Begitu juga ketika berinteraksi bersama para sahabatnya, berkali-kali beliau nasihatkan agar mempermudah perkara, jangan mempersulitnya.
Komponen-komponen ini pun lantas menghasilkan sosok-sosok luar biasa pembela dakwah. Cinta yang beliau semai terbalaskan. Memunculkan tanaman-tanaman indah berbunga mekar lagi mengharumkan. Ia membuahkan ketaatan mutlak yang menjadikan aman dan menentramkan yang lainnya.
Seorang ulama yang dikenal dengan julukan al-hakim, Abu Bakar al-Warraq (w 240 H) berkata terkait cinta.
حقيقة المحبة مشاهدة المحبوب على كل حال، فإن الاشتغال بالغير حجاب، وأصله التسليم واليقين، فإنها يبلغان إلى درجات المتقين في جنات النعيم.
“Hakikat cinta adalah melihat yang dicinta dalam setiap keadaan, karena sibuk dengan yang selainnya merupakan penghalang. Pondasi dari cinta adalah penyerahan dan yakin, karena keduanyalah yang dapat menghantarkan kepada tingkatan-tingkatan orang-orang bertakwa di surga” (Bahr Dumu’, Ibnu al-Jauzi)
Junaid al-Baghdadi (w 298 H) juga berkata.
إذا صحَّت المحبَّةُ سقطت شروط الأدب.
“Apabila benar cinta seseorang maka gugurlah prasyarat etika” (Lubab al-Adab, Usamah bin Munqidz)
Dan begitulah mereka mencintai sang pembawa cahaya shallallahu alaihi wa sallam, dengan sepenuh hati dan jiwa mereka.
Maka jangan salahkan Abu Bakar radiyallahu anhu yang diam saja saat tergigit ular. Meski sakit luar biasa beliau rasakan, namun cinta kepada Nabinya membuat dirinya segan menggerakkan badannya, khawatir membangunkan sosok paling dicintainya.
Jangan pula menjelekkan Umar bin Khattab radiyallahu anhu yang marah dan akan memenggal siapa saja yang mengatakan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah tiada. Meski beliau menolak kenyataan, namun besarnya cinta kepada Nabinya lah yang membuat rasinolitasnya hilang.
Begitu pula Abdullah bin Umar radiyallahu anhuma. Jangan menganggap segala tindakan dan tingkah laku beliau sebagai kegilaan. Meski sang murid, Nafi’ pernah mengatakan demikian, namun itu adalah penegasan akan kuatnya cinta Abdullah kepada Nabinya.
Juga sahabat-sahabat lainnya radiyallahu anhum.
Mereka cinta bukan hanya karena sebuah perintah, namun juga karena pribadi shallallahu alaihi wa sallam yang memang pantas dicintai. Perilaku sempurna beliau shallallahu alaihi wa sallam mampu mengikis hati-hati yang dulunya berisi kebencian dan permusuhan.
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمٰنُ وُدًّا ( مريم : ٩٦ )
Sesungguhnya bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, (Allah) Yang Maha Pengasih akan menanamkan rasa cinta (dalam hati) mereka. (Maryam/19:96)
Mari kita koreksi kembali cinta kita!