Allah berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَقُولُواْ قَوۡلًا سَدِيدًا
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar,”
(Surah Al-Ahzab : 70)
Disini, perintah takwa disandingkan dengan perintah untuk mengucapkan perkataan yang benar.
Perkataan yang benar melahirkan kejujuran, dan kejujuran melahirkan kepercayaan. Dan siapakah sosok yang paling terpercaya di muka bumi ini? Beliau adalah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, bahkan ia yang diberi gelar Al-Amin (orang yang terpercaya) oleh masyarakat Quraisy yang notabene kerabat dekat sekaligus musuh utama beliau dalam dakwahnya.
Dan ternyata, dalam buku Ar-Rasul al-Mu’allim (Muhammad sang Guru) karya Abdul Fattah Abu Ghuddah, di antara metode Rasulullah shalallahu alaihi wasallam yang paling penting, agung dan menonjol dalam pengajaran beliau adalah keteladanan yang baik dan akhlak mulia. Jika Rasul menyuruh sesuatu, beliau orang pertama yang akan melakukannya sebelum orang lain. Sehingga, orang-orang yang bisa mengikutinya dan mengamalkan sebagaimana yang mereka lihat dari beliau.
Dan tentang keteladanan ini, ada juga kisah romantis antara Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dengan istrinya yang sangat cerdas, Ummu Salamah radhiallahu anha.
Di fase Madinah, terdapat sebuah peristiwa yang membuat para sahabat sedikit protes dengan hasil keputusan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, yaitu saat Perjanjian Hudaibiyah. Kala itu, para sahabat tidak boleh masuk ke Makkah untuk melakukan umrah, dan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam pun memerintahkan para sahabatnya menyembelih hewan di lokasi dan mencukur rambut. Namun, tidak ada satu pun sahabat yang bangkit.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam pun gusar dan menemui Ummu Salamah radhiallahu anha yang mendapat giliran menemani beliau. Istrinya pun memberikan saran.
“Jika kaum Mukminin ingin mengikutimu, keluarlah tanpa berkata sedikit pun, kemudian potonglah kurban dan bayarlah seseorang untuk mencukur rambut.”
Rasulullah pun mengikuti saran Ummu Salamah. Melihat Rasulullah mengerjakan hal tersebut dalam diam, para sahabat bangkit dan menyembelih hewan kurban dan mencukur rambut mereka.
Bayangkan jika keteladanan ini kita contohkan kepada anak-anak kita, misal, saat anak kita kecewa atas segala keputusan kita, meski itu baik untuk mereka. Maka, tentu perintah yang kita berikan kepadanya akan menjadi berat. Maka dari itu tidak ada salahnya kita mencontohkan bagaimana sikap yang Rasulullah ambil sebagaimana kisah diatas. Semoga kita bisa mengambil hikmah darinya.
Wallahu alam
Tulisan ini terinspirasi dari perkuliahan Akademi Guru Al-Fatih Angkatan 6 saat mata kuliah Parenting Nabawiyah yang dibimbing langsung oleh ustadz kami, Elvin Sasmita rahimahullah. Jika kesalahan dalam pencatatan atau pemahaman, kami sangat terbuka untuk dikoreksi. Jazakumullah Khair
Ditulis Oleh: Diaz Pradiananto (Alumni AGA Angkatan 6)