BANGUNLAH, INI MOMENTUM YANG TEPAT!
مَنۡ یَّقۡتُلۡ مُؤۡمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُہٗ جَہَنَّمُ خٰلِدًا فِیۡہَا وَ غَضِبَ اللّٰہُ عَلَیۡہِ وَ لَعَنَہٗ وَ اَعَدَّ لَہٗ عَذَابًا عَظِیۡمًا
Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. (QS. An Nisa: 93)
“One of Newzealand’s darkest day,” Jacinda Ardens says. Hari terkelam Newzealand, tutur perdana menteri Selandia Baru. Pembunuhan massal yang merenggut 49 korban jiwa dan puluhan korban luka-luka di Masjid An-Nur, Christchurch, Newzealand.
Hati mana yang tidak tertikam melihat saudaranya dibantai dengan kejam, dengan pelaku yang merekam sendiri aksinya dengan kamera GoPro yang menempel di penutup kepalanya, yang kemudian livestreming di akun media sosialnya saat aksi penembakan berlangsung. Ya, layaknya PUGB, game online yang yang marak dimainkan remaja dan pemuda di Indonesia.
Berkaitan dengan kejadian tersebut, kuliah Jumat sore kami (15 Maret 2019), diisi oleh Ustadz Baihaqi dengan pembahasan Cabang Keimanan, yang salah satunya adalah tidak membunuh jiwa yang Allah haramkan untuk dibunuh.
Darah seorang muslim halal untuk ditumpahkan hanya dengan tiga syarat sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنِّى رَسُولُ اللَّهِ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ الثَّيِّبُ الزَّانِ وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالتَّارِكُ لِدِينِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ
“Tidaklah halal darah seorang muslim -yang telah bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan bersaksi bahwa aku adalah utusan Allah- kecuali karena tiga perkara: (1) orang yang telah menikah namun berzina, (2) membunuh satu jiwa, (3) meninggalkan agama dan memberontak dari pemerintah yang sah” (HR. Bukhari no. 6878 dan Muslim no. 1676).
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
“Siapa yang membunuh kafir mu’ahad ia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Bukhari no. 3166)
Lihatlah, betapa indahnya Islam yang menjaga setiap jiwa yang tidak membuat kerusakan di muka bumi. Bahkan disebutkan bahwa haram membunuh seorang kafir kecuali kafir harbi (kafir yang memerangi kaum muslimin).
Begitu dimuliakannya jiwa manusia, sampai-sampai perihal darah ini menjadi perkara pertama yang diputuskan antar manusia. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan masalah ini dalam satu hadits. Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ الصَّلَاةُ، وَأَوَّلُ مَا يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ فِي الدِّمَاءِ
“Perkara yang pertama kali dihisab adalah shalat. Sedangkan yang diputuskan pertama kali di antara manusia adalah (yang berkaitan dengan) darah.” (HR. An-Nasa’i no. 3991. Dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani).
Allah ‘azza wa jalla telah menicptakan manusia dengan sebaik-baik penciptaan, menjaganya, mencukupkan kebutuhannya, dan menjadikan segala yang ada di bumi untuk kepentingan manusia.
“Dialah Yang menciptakan segalanya dengan sebaik-baiknya, Dia mulai menciptakan manusia dari tanah liat. Kemudian Ia menjadikan keturunannya dari sari air yang hina.” (QS 32:7-8).
Dari segumpal darah, yang kemudian melewati proses menakjubkan di dalam rahim yang kuat, hingga terlahirlah seorang hamba yang ditugaskan beribadah hanya kepadaNya, adalah makhluk yang Allah haramkan darahnya untuk ditumpahkan dengan cara yang lalim.
“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (QS Al Mu’minun:14).
Kemudian, Ustadz Baihaqi hafidzhahullahu ta’ala, mengandaikan jika tanaman yang kita tanam dari biji hingga tumbuh besar, kemudian dirusak oleh orang lain. Apa yang kita rasakan? Lalu, bagaimanakah ‘perasaan’ Allah, Ia yang menciptakan, menjaga, mengatur, dan menjamin rizki hamba-hambaNya yang kemudian menyaksikan bagaimana hamba-hambaNya itu dibunuh dengan cara yang biadab.
Setelah semua ini terjadi, bagaimana kabar hati, wahai pengemban tugas peradaban? Apakah ada rasa marah, cemburu, sedih dikarenakan saudara-saudara kita yang dibantai dengan cara yang keji? Di saat lenyapnya dunia ini lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnyaterbunuhnya seorang Muslim.
Dan lagi, untuk kesekian kalinya, di bangku perkuliahan ini hati saya terketuk, jiwa saya dibangunkan. Ya, ummat muslim sudah terlalu lama tertidur! Sampai-sampai kita menyadarinya saat sudah banyak jiwa tak terselamatkan. “Ummat ini sedang lemah,” tegas Ustadz sore itu. Ummat ini sudah terlalu lama tidur nyenyak, tenggelam dengan dirinya sendiri, dan kegundahannya adalah sebatas diri dan keluarganya. Sudah. Sudah saatnya diakhiri masa-masa lemah ini. Sudah saatnya menyatukan kekuatan, memperjuangkan janji Allah: kejayaan Islam.
Berawal dari keresahan akan kondisi ummat ini, mari kita bersama mendokan kebangkitan kaum muslimin sehingga tidak ada lagi yang terdzalimi seperti halnya saudara-saudara kita di Jalur Gaza, Suriah, dan tentu saja di Masjid An Nur di Christchurch kemarin (Jum’at, 15 Maret 2019). Karena jika Islam berjaya, jika karakter iman tertanam dan teramalkan, bukankah itu akan menjadi rahmat bagi alam semesta?
Dari titik ini, azzam itu semakin kuat, untuk mempersiapkan dan mengisi diri untuk mampu mendidik jiwa dan raga yang kuat, sang pembangun peradaban; merapatkan langkah bersama Al Fatih Pilar Peradaban, yang semoga Allah ridhoi. Dan untuk kita semua, wahai ummat muslim yang resah akan kerusakan zaman, di lini mana pun kita saat ini, sudahkah kita niatkan untuk menjadi khalifah di muka bumi yang menjaga dan menghidupkan syariat Allah? Sudahkah memasang niat dan menggerakkan langkah kaki tidak lain hanya untuk menjadi hamba terbaikNya dengan jalan-jalan yang telah Ia telah kabarkan dalam Al Quran, yang di dalamnya tiada keraguan?
Wahai jiwa-jiwa yang resah dengan kerusakan ummat dan zaman, mari bergerak, menjemput kejayaan!
Oleh: Sity Nurjannatun
Mahasiswi AGA5