Al-Qur'an memberikan perhatian lebih yang belum pernah ada sebelumnya kepada fase usia ini karena dampaknya yang efektif dalam membangun dan memajukan masyarakat, selama mereka mendapatkan bimbingan, arahan dan perhatian. Namun jika mereka diabaikan dan diserahkan ke tangan-tangan pengkhianat dan bobrok yang ada justru merusak dan meruntuhkan 'izzah suatu bangsa. Ya..Masa muda masa emas yang kini mulai kehilangan kehormatannya.
Pepatah Arab mengatakan:
إِنَّ فِى يَدِ الشُّباَّنِ اَمْرَ اْلاُمَّةْ وَفِى اَقْدَامِهَا حَيَاتَهَا
“Sesungguhnya di tangan para pemudalah urusan umat, dan pada kaki-kaki merekalah terdapat kehidupan umat”.
Hampir setiap tahun kita memperingati sumpah pemuda. 28 Oktober 1928 adalah saksi nyata bagaimna kemulian bangsa ini ada di tangan para pemudanya. Hari yang kelak menjadi inspirasi bangkitnya pemuda Indonesia dari tidur panjangnya selama masa penjajahan. Tak disangka sudah 94 tahun yang lalu sejak sumpah itu dideklarasikan oleh sekelompok pemuda yang menginginkan bangkitnya bangsa ini dari keterpurukan dalam menyonsong kemerdekaan Indonesia, pemuda yang mampu mengembalikan martabat bangsa. Namun, pemuda yang dulu rela berlelah-lelah berjuang dan berkorban untuk bangsanya kini malas-malasan bersantai ria meski sekedar berkontribusi dalam ide dan gagasan.
Pemuda yang dulu merupakan tulang punggung bangsa justru kini terpuruk kembali pada tidur panjangnya, asyik dengan gadgetnya tidak peduli bahwa bangsa ini sedang tidak baik-baik saja. Mereka tidak tahu atau memang pura-pura tidak tahu bahwa di tangan merekalah kewibawaan bangsa ini akan bangkit.
Berkata Syaikh Zayid bin Sulthan:
الشَّبابُ هو الثَّرْوَةُ الحقيقية، وهو دٍرْعُ الأمّةِ وسَيْفُها والسِّياجُ الذي يَحْمِيها مِن أَطْماعِ الطامِعِين.
“Pemuda adalah kekayaan yg sesungguhnya, dia adalah perisai dan pedang umat, serta pagar yang melindungi negara dari ambisi orang-orang serakah.”
Beberapa bulan belakangan public negeri ini dihebohkan dengan viralnya Citayam Fashion Week (CFW), ajang kumpul-kumpul anak muda “pinggiran” ibu kota yang ingin eksis di kota metropolitan. Jalan Sudirman yang biasanya ramai dengan kendaraan tiba-tiba berubah drastis. Kini ramai dengan sorak- sorai anak-anak muda dengan segudang akseksoris dan fesyen yang aneh-aeh dan kadang nyeneh. Mereka berlenggak-lenggok dengan pedenya bak selebritas di jalan trotoar Sudirman, tidak mau tahu kalau itu jalan umum. Mereka pun viral di jagad medsos. Orang-orang berduyun-duyun merekam fashion show ala-ala itu dengan ponsel mereka dan meviralkan di sosmed mereka. Saking viralnya ajang tersebut hingga tersebar di penjuru Indonesia, bermuncullah ajang-ajang serupa di daerah-daerah meski tak seviral ajang di Sudirman. Bahkan ajang ini tak luput dari perhatian para artis negeri ini, hingga ada yang mencoba mendaftarkan acara ini ke HAKI meski pada akhirnya tak jadi.
Pemandangan yang sekilas miris lagi meresahkan. Bagaimana tidak ? anak-anak muda yang biasanya duduk-duduk menghabiskan waktu bersama temannya ikut-ikutan untuk “bergaya” ala fesyen show. Ada sebagian yang rela tiduran di emperan trotoar dengan alasan jauh dan tak punya ongkos pulang. Bahkan yang lebih parah lagi ada oknum yang justru menjadikan ajang ini untuk promosi fesyen ala waria. Na’udzubillah min dzalik.
Pro dan kontra pun bermunculan. Ada yang mengapresiasi, menanggapi dengan serius dan menganggap sesuatu yang baru dan bagus untuk dilestarikan, menjadi trobosan kegiatan anak-muda hari ini. Namun, ada juga yang menanggapi sebaliknya bahwa justru ajang ini menjadi salah satu titik bobroknya kualitas anak muda hari ini, generasi yang mudah hanyut dalam pusaran trend semu dan sensasi sesaat. Generasi muda yang tidak memiliki jatidiri kuat dan identitas sebagai anak muda yang beradab.
Respon seperti itu memang sah-sah saja apalagi ketika kita melihat madharatnya lebih besar daripada manfaatnya. Anak-anak muda berpakaian nyeleneh yang jauh dari tuntunan, berlenggak-lenggok tanpa ada rasa malu, bukan hanya fesyen yang berubah nada bicara pun ikut berubah laki-laki jadi kemayu yang semakin menegaskan efek buruknya.
Tapi kalau sampai kita menghakimi anak-anak remaja itu dengan penghakiman yang tak enak didengar telinga, itu bukan solusi yang baik. Kalau kita melempar kata-kata tajam seakan mereka bakal jadi beban buat masyarakat dan agama, itu sepertinya terlalu berlebihan. Khawatir boleh, tapi tetap harus sesuai porsinya terlebih sejatinya yang dibutuhkan mereka adalah arahan dan bimbingan bukan malah menyalahkan seakan-akan mereka adalah beban negeri ini.
Trend-trend instan tersebut semakin menegaskan betapa usia muda adalah fase-fase istimewa dalam kehidupan seseorang, jika tidak dimanfaatkan dengan maksimal yang ada kerusakan dan alasan bobroknya suatu bangsa. Para pemuda adalah lambang suatu bangsa, baik dan buruknya suatu bangsa ditandai dengan baiknya para pemudanya.
Dr. Khalid Ahmad Asy-Syantut dalam kitabnya Tarbiyah as-Syabab al-Muslim mengutip perkataan Dr. Muhammad Said Ramadan Al-Buthi bahwa "Tiga perempat dari hukum islam adalah hukum untuk masyarakat, hanya seperempatnya untuk individu dan pemuda adalah pilar masyarakat, yang menjadi tonggak pembangunan suatu bangsa."
Karenanya sudah selayaknya bangsa ini memperhatikan para pemudanya, jangan terlalu memanjakan dengan dalih masih di bawah umur, jangan membiarkan mereka menghabiskan masa mudanya hanya untuk berfoya-foya, main game online dan nongkrong yang tak berfaidah. Sejarah kebesaran islam pun mencatat bahwa peran pemuda dalam menyebarkan islam sangatlah besar. Para pemuda lebih dekat dengan fitrah dan mudah menerima hidayah. Maka tidak heran kita lihat orang-orang yang menyertai nabi mereka adalah para pemuda bahwa para pemuda. Para pemuda di zaman nabi lebih mudah menerima hidayah dari para orang-orang tua di antara mereka. Dalam al-Quran Allah memuji kisah para pemuda Ashabul kahfi saat mempertahankan iman dan jiwa mereka dari kejaran raja yang lalim. Allah menyanjung dan mensifati mereka dengan firmannya,
إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ ءَامَنُوا۟ بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَٰهُمْ هُدًى
“Mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk.” (QS. al-Kahfi : 13)
Sosok yang langka dan mahal yang bisa ditemui di zaman ini. Sosok pemuda yang tumbuh dalam cahaya iman yang tidak tergerus arus zaman yang tidak jelas, tidak terbuai dengan ranumnya dunia meski bisa memilikinya. Kenyataanya pun mengamini, kita bisa saksikan mereka yang istiqamah pergi ke masjid justru mereka yang sudah berusia uzur, kemana pemudanya ? mereka masih terlelap dalam buaian mimpi-mimpinya.
Jika ingin melihat gambaran suatu bangsa maka lihatlah para pemudanya. Bangkit dan terpuruknya suatu bangsa ada pada para pemudanya. Melihat tingkah laku pemuda hari ini mungkin kita akan dibuat terheran-heran, mereka berlomba-lomba membuat konten receh berharap followernya semakin bertambah, konten receh yang tak jarang harus rela memutus urat malunya, sesuatu yang mulai terkikis pada pemuda hari ini. Lebih-lebih dengan kemajuan teknologi hari ini memaksa pemuda kita untuk beradaptasi dengan sesuatu yang serba baru serba instan dan membuat candu. Padahal kita tahu bahwa malu dan muru’ah adalah identitas seorang laki-laki, sebagaiman rasa malu dan ‘iffah (menjaga kehormatan) adalah identitas seorang wanita. Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda:
الحياء لا يأتي إلا بخير
"Malu itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan". (Muttafaqun alaih)
Begitulah jika rasa malu ada para pemuda kita hari ini niscaya tidak akan mudah tergiur dengan trend-trend sesaat. Dalam kesempatan lain secara tegas Nabi Shallallahu alaihi wasallam mengungkapkan kalau sudah tak memiliki rasa malu maka lakukanlah sesuka hati.
إذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
“….apabila engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu.” (HR. al-Bukhari, dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu)
Namun nampaknya celetukan ‘anak kog tidak tau diri’ sudah tidak ada magisnya dan tak membuat jera pemuda hari ini, yang ada justru mereka semakin bebal dan menganggap ocehan tak ada guna. Kalau sudah begini bagaimana nasib generasi penerus bangsa ini ! apakah kita rela negeri ini di pikul para pemuda tanggung yang jauh dari tuntunan, para pemuda yang mengabiskan waktu dengan handhponenya untuk berkonten, bergosip main game.
Kita perlu belajar baik-baik dari Utsman bin Affan, seorang lelaki istimewa yang terkenal dengan caranya menjaga kehormatan. Sosok pemuda idaman yang menghias dirinya dengan rasa malu yang sangat. Beliau malu jika auratnya tersingkap, malu jika berbuat hal-hal yang tak etis, bahkan di masa jahiliah. Rasa muru'ah itulah yang membuat Utsman sudah tidak doyan dengan minuman keras bahkan sebelum Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul. Rasa malu itulah yang membuat “sekelas” malaikat Jibril malu padanya. Sosok yang kian hari kian mahal nan langka.
PEMUDA ADALAH LELAKI MASA DEPAN DAN ASET TERMAHAL SUATU BANGSA
Dalam satu bait syairnya Hasyim Ar-Rifa’i mencoba menggugah para pemuda agar bangun dari tidur dan kemalasannya.
“Akankah masa lalu yang gemilang itu kembali,
sungguh saya larut pada masa lalu kebesaran islam itu,
karena kami pernah membangun sekian masa lamanya kebesaran di muka bumi ini,
yang ditopang oleh anak anak muda yang memiliki cita yang sangat tinggi,
anak anak muda yang melalui jalur - jalur yang sulit,
tapi mereka berhasil menaklukannya,
dan mereka tak kenal, kecuali hanya islam ini agama.
Kalau disiang hari, kalian saksikan mereka adalah para kesatria,
yang menggedor benteng benteng kekafiran dan kemuanafikan.
Tapi kalau dimalam hari, kalian tidak akan jumpai mereka, kecuali mereka sedang bersujud pada Allah Subhana Wata'ala. "
Wajar saja demikian karena dalam sejarah kebesaran islam para pemudalah yang memilki andai besar jauh dari orang-orang tua mereka. Dari segi fisik semangat, kecerdasan dan kecakapan pemudalah yang memiliki.
Inilah yang membedakan pemuda kita hari ini dengan pemuda di zaman kebesaran islam. Apa hal besar yang sudah kita lakukan di usia 22 tahun? Barangkali sebagian besar kita masih sibuk dengan tugas makalah kuliah, siap-siap merevisi skripsi dan bolak-balik kampus agar cepat-cepat jadi sarjana. Namun tahukah kita bahwa dalam sejarah kita, ada banyak sekali anak-anak muda yang menorehkan sejarah di masa yang amat belia?
Lihatlah bagaimana sosok Usamah bin Zaid Hibbi Rasulillah (kecintaan Rasulullah) di usia 18 tahun sudah menjadi panglima perang melawan salah satu pasukan Romawi. Kemenangannya menjadi pembangkit semangat di tengah suramnya muslimin karena wafatnya nabi dan murtadnya negeri. Diutusnya pasukan Usamah dan kemenangannya membuat musuh Islam berpikir bahwa muslimin di Madinah sangat kuat. Umar bin Abdul Aziz hapal Qur’an sejak kecil dan menjadi gubernur Madinah pada usia 23 tahun. Sultan Muhammad al-Fatih menjadi sultan Turki Utsmani pada umur 22 dan menaklukkan benteng legendaris konstantinopel pada usia 24 tahun.
Abdurrahman An-Nashir di usia 22 tahun sudah memimpin kekhalifahan Umayyah di Andalusia. Di zamannya islam merasakan puncaknya yang ditandai dengan dijadikannya masjid Cordoba sebagai pusat pendidikan. Di masjid, tak hanya diajarkan ilmu-ilmu syar'i. Ilmu tatanegara, ekonomi, manajemen, bahkan latihan berkuda serta memanah dirasakan oleh semua lapisan rakyat. Tak banyak yang tahu, bahwa hingga kini Spanyol pun sangat menghormati Abdurrahman An Nashir. Tahun 1961, mereka memperingati 1000 tahun wafatnya Abdurrahman dan menggelarinya sebagai raja terbaik Eropa abad pertengahan.
Tidak ada yang salah dalam acara kumpul-kumpul, kebebasan berekspresi selama masih dalam koridor dan memperhatikan batasan-batasan syar’I, bukan jadi ajang menghalalkan segala cara atas nama kebebasan dan hak berekspresi. Semua itu ada aturan dan batasan. Berikanlah perhatian pada pemuda kita karena memang itulah yang mereka butuhkan. Jangan ada lagi anak anggapan masih kecil masih di bawah umur hingga membiarkan mereka dalam kesia-siaan. Perhatikan ilmu dan keterampilan mereka, berikan pendidikan seks yang benar, menyayangi tidak berarti memanjakan, menghukum tidak berarti membenci, mereka adalah dengan siapa mereka bergaul, libatkan mereka dalam aktifitas sosial, Adab berbicara dan bergaul, waktu adalah sesuatu yang berharga, meluruskan pemahaman dengan bijak, memberikan kepercayaan dan amanah.
Kita berhusnudzan kepada para kawula muda yang duduk-duduk nongkrong sembari mengekpresikan kreatifitasnya. Kita berhusnudzan kepada para pemuda yang diem menyendiri dengan handphonenya, kita tidak menaruh curiga kepada para pemuda yang sibuk dengan medsosnya. Namun, kita kudu ingat juga kata orang: "kita tidak boleh berprasangka buruk, tapi kita juga tidak boleh melakukan sesuatu yang membuat orang berprasangka buruk pada kita."
UNTUKMU PARA PEMUDA…
Para Salaf dahulu sangat perhatian kepada para pemuda, mereka memberikan arahan dan nasehat agar tidak menyia-nyiakan masa mudanya. Dari ‘Uqbah bin Abi Hakim, beliau berkata : Kami pernah duduk di majelis ‘Aun bin ‘Abdillah, lalu beliau berkata kepada kami :
“Wahai pemuda. Sungguh kami telah melihat usia muda telah wafat. Apa yang bisa dinanti apabila panen telah sampai ke penggilingan”, sembari beliau mengusap jenggotnya.
Maksud beliau rahimahullahu adalah, siapa yang telah mencapai usia tersebut maka tiba waktunya untuk dipanen, karena tanaman apabila telah sempurna maka tiba waktunya dipanen.
Kawula muda jangan jadi “remaja jompo” yang malas-malasan tidak produktif, kaum rebahan yang tidak berkontribusi pada agama, bangsa dan masyarakat. Ambilah masa muda kalian untuk berbuat baik sekecil apapun itu, jangan mudah tergiur trend-trend sesaat yang merusak masa depan kalian. Bacalah sejarah para pemuda yang menggentarkan agama ini agar jalanmu tidak salah arah. Jalanmu masih teramat panjang dekatilah guru-gurumu dan jangan mudah terjebak pada ketenaran sesaat yang meruntuhkan rasa malu dan muru’ahmu.
Ya Allah jaga kawula muda negeri ini dari kesia-siaan yang menghancurkan masa depan. Ya Allah kami titipkan masa depan ini kepada generasi muda terbaik yang memberikan keteladanan dan inspirasi, bukan mereka yang lantang dengan jargon millennial namun justru merusak generasi muda negeri ini.
Ditulis oleh Kang Djalal
REFERENSI:
Tarbiyah As-Syabab Al-Muslim Lil Aaba wa ad-Du’at, Dr. Khalid Ahmad Asy-Syantut rahimahullah
www.islamstory.com | عبد الرحمن الناصر
Min Wasoya As-Salaf Li Asy-Syabab, Syaik Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafidhahullah
Pemuda dengan cahaya Nubuwwah, Ustadz Budi Ashari, Lc hafidahullah