DENGKI YANG HARUS DIMILIKI

Artikel Dosen    22 Feb 2024    3 menit baca
DENGKI YANG HARUS DIMILIKI

Ditulis oleh Ustadz Hamam Zaky,Lc.

 

Para pembaca pasti sudah pada tahu apa itu dengki atau iri?

Sebuah sifat yang membuat seseorang tidak pernah puas dengan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepadanya. Besarnya nikmat yang sampai pada dirinya ia rasa biasa saja jika dibandingkan dengan nikmat yang Allah Ta’ala berikan kepada selainnya. Hingga datanglah getaran-getaran tidak nyaman dalam hatinya. Memercikkan api. Mula-mula kecil dan menghangatkan, hingga kemudian membesar dan membakar, seiring dengan pandangan mata yang semakin mengharapkan kenikmatan yang dimiliki orang lain lenyap dan tidak menyisahkan.

Begitulah kiranya kedengkian yang tidak segera dipadamkan, dampaknya tidak hanya untuk dirinya melainkan juga untuk yang lainnya. 

Dalam sejarah disebutkan bahwa seorang makhluk yang awalnya salih, berada dalam kenikmatan yang tidak terkira di surga, tiba-tiba terusir keluar karena berani memusuhi sang Penciptanya. Penyebabnya adalah rasa dengki dan iri yang muncul dari hatinya kepada sosok ciptaan yang kelak Allah Ta’ala jadikan khalifah di bumi.

Begitu pula yang terjadi pada anak manusia pertama. Karena sebab dengki dengan amalan saudaranya yang lebih diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala maka ia tega menghilangkan nyawa saudaranya, nau’udzu billah.

Sebegitu besarnya bahaya sifat ini membuat Nabi shallallahu alaihi wa sallam pun memberikan peringatan kepada umatnya.

إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ، فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ

Jauhilah hasad karena hasad itu memakan kebaikan sebagaimana api membakar kayu bakar” (H.R. Abu Dawud no. 4903)

Akibat yang ditimbulkan oleh sifat ini tidak sederhana. Kebaikan-kebaikan yang dengan susah payah disemai bertahun-tahun dalam sekejab menghilang. Layaknya kayu bakar kering yang dengan cepat tersulut api, menghanguskan dan tidak meninggalkan sisa kecuali debu hitam di tanah. Maka menjauhi adalah pilihan terbaik untuk berlepas darinya.

Meski demikian, Nabi shallallahu alaihi wa sallam memberikan pengecualian terhadap sifat ini. Beliau shallallahu alaihi wa sallam membolehkan umatnya dengki terhadap dua hal.

لاَ حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ القُرْآنَ فَهُوَ يَتْلُوهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَهُوَ يُنْفِقُهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ

Tidak diperbolehkan ‘hasad’ (dengki) kecuali terhadap dua hal; seseorang yang Allah beri kepadanya Al-Quran maka dia membacanya malam dan siang, dan seseorang yang Allah berikan kepadanya harta maka dia sedekahkan hartanya malam dan siang”. (H.R. Bukhori no. 7529 dan Muslim no. 266)

Mungkin sebagian pembaca ada yang berpikir, ‘kok agak aneh ya’, sifat tercela yang membahayakan semacam ini, ternyata masih diberikan pengecualiannya oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam!?

Imam Ibnu Bathal dalam kitab syarahnya menjelaskan bahwa dengki dalam hadits ini adalah dengki yang dibolehkan dan bukan termasuk perbuatan tercela. 

Imam Nawawi dalam Minhajnya juga menguatkan bahwa hasad (dengki) yang tidak disertai dengan harapan hilangnya nikmat yang dimiliki orang lain adalah termasuk jenis hasad yang dibolehkan. Dalam istilah syar’i-nya dikenal dengan nama Ghibtah.

Jadi hadits di atas menjelaskan bahwa tidak ada ghibtah yang dicintai kecuali dalam dua hal:

Pertama: Seseorang yang diberikan kepadanya Al-Quran, lantas membacanya setiap hari. Dalam riwayat lain disebutkan yaitu hikmah yang dengannya dia bisa memutuskan perkara dengan baik. Imam Ibnu Hajar dalam syarahnya menyebutkan hikmah yang dimaksud adalah Al-Quran.

Kedua: Seseorang yang diberikan kepadanya harta kemudian dia menghabiskannya dalam kebaikan dan ketaatan.

Para ulama sepakat ghibtah itu dibolehkan. Bahkan tidak hanya pada dua hal yang disebutkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam saja tetapi segala bentuk kebaikan dan ketaatan yang dilakukan orang lain, hendaknya seorang muslim selalu memiliki keinginan dan kecemburuan untuk bisa melakukan yang semisalnya. 

Muncul pertanyaan, lalu kenapa Nabi shallallahu alaihi wa sallam membatasi hanya pada dua hal itu saja?

Imam Ibnu Hajar menjelaskan bahwa kedua amalan tersebut adalah amalan kebaikan yang paling ditekankan Nabi shallallahu alaihi wa sallam di antara amalan-amalan lainnya untuk dicemburui. 

Mampu memberikan keputusan dengan Al-Quran pada setiap perkara adalah perbuatan yang terpuji dan sangat dibutuhkan banyak manusia. 

Begitu juga mampu menyedekahkan harta bendanya kepada keluarga, orang-orang yang membutuhkan atau kepada kepentingan agama adalah perkara yang sangat mulia yang bisa memunculkan kebaikan-kebaikan lainnya. 

Bahkan karena saking terpujinya dua hal ini imam Ibnu Bathal dalam kitab syarahnya menyebutkan hukumnya wajib dengki dan iri pada kedua hal ini.

Wallahu Ta’ala A’lam

lanjut baca