BIOGRAFI IMAM AL-GHAZALI : BAGIAN 3

Artikel Dosen    26 Sep 2023    2 menit baca
BIOGRAFI IMAM AL-GHAZALI : BAGIAN 3

Mengubur Ulama Besar yang Masih Hidup

 

Di tahun 473 Hijriyah Imam Al-Ghazali safar atau hijrah ke Naisapur. Di daerah itu ia bertemu dengan Imamul haramain Abul Ma’ali Al  Juwaini, Imamnya madzhab Syafi’i pada jamannya dan kepala Madrasah An Nidzomiyah (perguruan tinggi di masa itu) di Baghdad.

 

Di Madrasah An Nidzamiyah ia belajar Fiqih Syafi’i, Fiqih khilaf (Fiqih perbedaan), ‘ushul Fiqh, ilmu Kalam, Manthiq,  falsafah, dengan bersungguh-sungguh hingga menjadi ahli di setiap keilmuan itu. Bahkan Syaikhnya, Abul Ma’ali Al Juwaini mensifatinya dengan Bahrun Mughdiq "lautan yang melimpah" yang bermakna lautan itu tidak akan pernah kering, tetapi yang meluap-luap. Begitulah Imam Al Ghazali menurut Rektornya itu Abul Ma’ali Al Juwaini.

 

Imam Al Juwaini menampakkan kekaguman dan kebanggaannya kepada Imam Al Ghazali, sampai menjadikannya pengajar di Jami’. Ketika Imam Al Ghazali mengarang kitab “ Al mankhul fi’ilmul 'usul", Al mankhul itu yang tersaring, jadi artinya  saringan-saringan (filter) fi’ilmul 'usul (dalam ilmu 'usul). Imam Al Juwaini berkata kepada beliau, "engkau menguburku, dan aku dalam keadaan hidup. Tidakkah engkau sabar sampai aku meninggal?". 

 

Masya Allah, ini adalah sebuah pujian kepada Imam Al Ghazali yakni seolah-olah keilmuan Al juwaini ini terkubur oleh ke ilmuan Imam Al Ghazali. 

 

Ihya Ulumuddin, buah Rihlah 11 Tahun

 

Imam  Al Ghazali adalah ulama yang paling terkenal pada masa itu. Cukup sebulan untuk menjadi terkenal di Naisapur. Beliau terkenal karena menyangkal dan membantah para falsafah (orang-orang filsafat) dan para rivalnya sehingga terkenal dengan ilmu dan keutamaannya.

 

Di zaman itu banyak sekali ilmu yang menyimpang, termasuk diantaranya filsafat, ilmu batiniah juga (ilmu kebatinan), kemudian ada ahli Tasawuf yang menyimpang juga.  Karena banyaknya penyimpangan itu, Nidzamul Malik  meminta Imam Imam Al Ghazali untuk menggantikan Imam Al Juwaini (rektornya), di usianya yang  34 tahun. Nidzamul Malik memberikan julukan yang terkenal kepada Imam Al Ghazali, yakni Zainuddin (berarti hiasan agama). Beliau juga digelari dengan Hujjatul Islam, yaitu Hujjah nya Islam  karena saat itu banyak sekali Falasifah, ahli kalam dan  orang-orang yang menyimpang. Hanya  Imam Al Ghazali lah yang mampu melawan pemikiran mereka, karenanya beliau digelari dengan Hujjatul Islam.

 

Kemudian ketika beliau sudah menjadi Rektor dan sudah menjadi ahli ilmu yang terkenal dimana-mana, beliau merasa selama ini bukan itu yang dicari. Selama ini bukan kemasyhuran (terkenal), bukan pangkat, bukan harta dan sebagainya yang ia cari. Maka Imam Al Ghazali rihlah selama 11 tahun untuk mencari kebenaran yang hakiki. Di dalam rihlahnya tersebut akhirnya muncullah kitab  Ihya Ulumuddin dengan berbagai kisah di dalamnya.

 

Imam An Nawawi mensifati kitab Ihya itu, Ihya saat itu hampir seperti Al-Quran yang dibaca karena banyaknya manusia yang membaca seolah-olah Ihya seperti Alqur’an. Imam Absubki mengatakan tidak akan sampai mengetahui ilmunya Imam Al Ghazali dan keutamaannya sampai seorang itu sudah baligh atau hampir baligh. Maksudnya adalah orang yang tidak memahami ilmu nya Imam Al Ghazali itu berarti belum baligh, yang memahami perkataan Imam Al Ghazali (ilmunya) adalah orang yang baligh akalnya, sempurna akalnya.

 

Maka perlu dipertanyakan kalau kita membaca kitab Ihya dan kita tidak paham, apakah berati kita belum baligh?

lanjut baca