ANTARA 10 HARI AWAL DZULHIJJAH DAN 10 HARI AKHIR RAMADHAN, MANA PALING UTAMA ?

Artikel Dosen    11 Jun 2024    5 menit baca
ANTARA 10 HARI AWAL DZULHIJJAH DAN 10 HARI AKHIR RAMADHAN, MANA PALING UTAMA ?

Ditulis Oleh Ustadz Djalal Abu Fahd, Lc

Sudah maklum bahwa di sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan  adalah hari-hari Istimewa yang Allah anugerahkan kepada muslimin dalam setahun. Ada “bonus-bonus’ kebaikan yang Allah siapkan bagi mereka yang bersungguh-sungguh menghidupkannya dengan kebaikan. Semua bentuk amal kebaikan lebih baik dengan amal yang sama yang dilakukan selama seribu bulan. Tidak heran Nabi menghidupkan malam-malamnya melebihi dalam malam-malam sebelumnya.

Di sisi lain Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam juga menyampaikan ada sepuluh hari lain yang tak kalah istimewanya dengan sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan. Tidak ada amal shaleh yang bisa menandingi amal shaleh yang dikerjakan di sepuluh hari itu. Ya, sepuluh hari pertama di Bulan Dzulhijjah.

Sebagian orang mulai membandingkan mana yang lebih utama antara sepuluh akhir Ramadhan atau sepuluh awal Dzulhijjah. Pertanyaan yang sering dilontarkan berulang kali meski narasinya tetaplah sama. Pertanyaan tersebut pernah tanyakan kepada Syaikhul islam Ibnu Taimiyah rahimahullah yang dinukilkan langsung oleh muridnya Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah.

Berkata Al Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, bahwasanya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah ditanya: 

“Mana yang lebih utama antara 10 awal Dzulhijjah dengan 10 akhir Ramadhan?

 

Beliau menjawab:

أيام عشر ذي الحجة أفضل من أيام رمضانَ ، وليالي العشر الأواخر من رمضان أفضلُ من ليالي عشر ذي الحجة

“Hari-hari sepuluh awal Dzulhijjah lebih utama dibandingkan sepuluh akhir Ramadhan (pada siang harinya). Adapun malam-malam sepuluh akhir Ramadhan lebih utama dibandingkan sepuluh malam awal Dzulhijjah.

 

Kemudian  Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah memberikan komentar:

وإذا تأمّل الفاضل اللبيب هذا الجوابَ وجده شافيًا كافيًا

“Orang yang pintar, cerdas jika memperhatikan jawaban ini, maka ia akan mendapati jawaban tersebut adalah jawaban yang mencukupi dan melegakan hati.” 

 

Ibnul Qayyim melanjutkan,

“Karena sesungguhnya tidak ada siang hari-hari beramal shalih di dalamnya lebih Allah Ta’ala cintai dari sepuluh siang hari pertama bulan Dzulhijjah. Dan di dalamnya terdapat hari Arafah (9 Dzulhijjah), hari An-Nahr (penyembelihan udhiyah, 10 Dzulhijjah), dan hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah).”

 

“Adapun malam-malam sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, maka itu adalah malam-malam yang dihidupkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang mana beliau senantiasa menghidupkan malam-malam tersebut seluruhnya. Dan di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dari seribu bulan.” 

Disebutkan saat Allah menetapkan tiga puluh malam kepada Nabi Musa alaihis salam untuk menerima Taurat yang kemudian Allah sempurnakan menjadi empat puluh hari yang Allah abadikan dalam surah Al-A’raf: 142 itu terjadi pada bulan Dzulqa’dah dan Dzulhijjah.

Imam Al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan bahwa maksud dari lafazh بِعَشْرٍ (sepuluh malam), menurut Ibnu Abbas, Mujahid, dan Masruq, sepuluh malam yang dimaksud adalah sepuluh malam pertama pada bulan Dzulhijjah, sedangkan tiga puluh hari yang disebutkan sebelumnya adalah satu bulan penuh bulan Dzulqa'dah.

Semakin yakin yaa… bahwa hari-hari di sepuluh awal Dzulhijjah bukan hari biasa. Bahkan jika kita tarik benang merahnya secara tidak langsung Allah telah menetapkan empat puluh hari Istimewa untuk umat ini seperti Allah menetapkan empat puluh hari untuk Nabi Musa alaihis salam. Tiga puluh hari bulan Ramadhan dan disempurnakan sepuluh hari di awal Dzulqa’dah. Apakah kebetulan ?! Wa Allah A’lam.

Dalam hal ini guru kita ustadz Budi Ashari, Lc hafidzahullah memiliki analisa yang cukup tajam tentang perkataan Syaikhul  Islam Ibnu Taimiyah di atas. Kata beliau,

“Hidup kita hanya susunan hari-hari. Walau pergantian hari ditandai dengan tanda yang sama yaitu matahari, tapi tidak untuk hari. Tidak ada hari yang sama. Hari yang telah berlalu tidak mungkin pernah tergantikan dalam hidup kita. Karena ia adalah sebagian hidup kita dan ia telah pergi menghadap Penciptanya untuk mengadukan semua tingkah polah kita pada hari itu. Maka yang kita miliki hanya hari ini. Hari kemarin telah berlalu dan hari esok belum tentu menjadi milik kita. Tapi kita wajib mengevaluasi karya setiap harinya. Karena kita harus memastikan bahwa hari ini lebih baik dari hari kemarin. Dan hari esok harus direncanakan lebih baik dari hari ini.”

Hari-hari yang istimewa ini sangat sayang untuk dilewatkan begitu saja tanpa amalan terbaik nan istimewa. Jika kita tidak mengisi hari-hari kita dengan kebaikan maka keburukanlah yang akan mengisi hari-hari kita. Ini adalah kaidah dalam kehidupan. Apabila waktu kita tidak diisi dengan kegiatan positif, pasti diisi oleh kegiatan negatif. Paling minimal diisi dengan hal yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Buat program, rencana serta target hidup kedepan agar hari-hari kita selalu terisi oleh hal-hal dan kegiatan yang positif.

Salah satu bentuk kasih sayang Allah pada hamba Nya adalah Allah menjadikan sebagian hari-hari dalam bilangan satu tahun hari-hari yang istimewa, hari yang dipenuhi kebaikan dan keberkahan. Allah memilih malam-malam terbaiknya untuk bermunajat  ada di sepuluh akhir Ramadhan, bahkan ada “bonus” lebih satu malam lebih baik dari malam seribu bulan. Di sisi lain Allah memilih hari-hari terbaik untuk produktif berkarya yang hari-harinya lebih utama dari hari lainnya ada di sepuluh awal Dzulhijjah.

Muslim yang cerdas tidak akan membiarkan hari-hari Istimewa ini terbuang percuma tanpa kebaikan yang ia tanam. Hari-hari Istimewa ini adalah bonus yang Allah hadiahkan bagi mereka yang ingin menyempurnakan kekurangannya. Hidup ini singkat jangan bilang, hidup ini cuma sekali maka nikmatilah, tapi katakan mati cuma sekali maka persiapkanlah. Ada hidup sesudah mati dan ada akhirat sesudah dunia. Adakah yang bisa mengklaim semua amalnya di dunia pasti diterima ?!

Lebih lanjut guru kita menambahkan, bahwa pembahasan tentang sepuluh hari di dua bulan ini, adalah pembahasan tentang kumpulan hari yang menjadi satu kesatuan, bukan hari secara satuan. Maknanya, hari-hari yang dirangkai dan menjadi yang paling mulia dan agung adalah sepuluh hari terakhir Ramadhan dan sepuluh hari pertama Dzulhijjah.

Rangkaian malam yang paling utama ada di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Malam-malam qiyam, dzikir, bermesra dalam dialog kerinduan dengan Sang Pencipta, pengakuan kekerdilan diri yang sering terjebak dalam tipuan dunia, doa dan semua harapan yang tumpah Bersama derasnya air mata, sujud sujud paling syahdu, kepasrahan diri yang meletakkan semua keangkuhan angka dan analisa. Akhirnya, sebuah upaya maksimal untuk mengembalikan diri menjadi hamba yang seutuhnya.

Adapun rangkaian siang yang paling utama ada di sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Siang penuh karya; mengalungi syahwat dengan tali kekang agar gelegaknya terkendali, pengorbanan sebagai pembuktian cinta, pengagungan Pencipta, menyucikan Nya, meniadakan tuhan lain selain Dia, memuji-Nya, penyempurnaan keislaman dengan ibadah setara jihad.

Dari sini kita belajar. Jika kita ingin rangkaian malam-malam kita selalu menjadi terbaik, maka ia harus selalu dalam rangkaian ruh yang basah, cinta yang tulus dan kerinduan yang dalam. Memberi ruang Sang Khalik yang lapang setelah seharian bergumul bersama makhluk. Semuanya menyatu membentuk bahan baku dan bahan bakar untuk esok siang.

Dengan malam sesyahdu itu, maka siang-siang kita akan menjadi siang-siang terkuat dan terproduktif. Siang yang penuh semangat, enerjik dan produktivitas tanpa batas. Karya-karya peradaban diukir dengan detail dan kejelian malam, berpadu dengan kekuatan dan semangat siang.

Malam penuh cinta dan siang penuh kekuatan adalah gambaran hari-hari generasi terbaik Islam. Dan hanya generasi Islam yang memilikinya. Karena semua bermula dari aturan syariat yang mengatur hari-hari kita; hidup kita.

Dan akhirnya, siapa pun yang ingin hidup dengan karya-karya peradaban besar maka perlu dua hal: CINTA DAN KEKUATAN

 

Wa Allahu A’lam Bisshawab

 


REFERENSI:

  • Bada'iul Fawaid, Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah, Dar Alam Al-Fawaid 3/1102
  • Tafsir Jami’ Li ahkamil Qur’an, Imam Al-Qurthubi rahimahullah, tafsir surah Al-A’raf: 142
  • Romadhoniyat, Al-Ustadz Budi Ashari, Lc hafidhahullah

lanjut baca