Pembaca yang Budiman, kali ini, mari kita merenungkan sebuah tema yang sering terlupakan akibat kesibukan serta ingar bingar gemerlap duniawi: apa yang tampak indah dalam pandangan manusia, belum tentu indah; dan apa yang buruk dalam pandangan manusia, belum tentu buruk. Sebuah pepatah bijak yang mengajak kita untuk berpikir lebih dalam serta merenung tentang makna sebenarnya dari kehidupan serta kewajiban kita kepada Allah ﷻ, Sang Maha Pencipta.
Indah dan Buruk: Dua Sisi dari Sebuah Koin
Seringkali, kita terjebak dalam pandangan dangkal, menilai sesuatu hanya dari penampilan luar. Sebuah perbuatan, jika terlihat menguntungkan, kita menganggapnya sebagai sebuah kebaikan; sementara yang tidak mengenakkan, kita mencapnya sebagai sebuah keburukan.
Ketahuilah, dalam perjalanan hidup ini, kita diharuskan untuk lebih dari sekadar melihat permukaan saja. Apa yang kita anggap indah, bisa jadi hanyalah sebuah fatamorgana, sedangkan hal yang kita nilai buruk, bisa jadi ia merupakan jalan menuju kebaikan yang sesungguhnya. Allah ﷻ berfirman:
وَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيْئًا وَهُوَ خَيۡرٞ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّواْ شَيْئًا وَهُوَ شَرّٞ لَّكُمۡۚ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. [Al Baqarah:216]
Perbuatan yang Kita Duga Bakal Menguntungkan, Ternyata Kadang-kadang Sia-sia!
Dalam menjalani hidup, kita seringkali melakukan langkah-langkah dengan keyakinan penuh bahwa tindakan tersebut pasti menguntungkan. Namun, realitas terkadang menunjukkan sebaliknya. Ada kalanya, usaha yang kita anggap cemerlang ternyata berujung sia-sia, bahkan menimbulkan kerugian! Allah ﷻ berfirman:
قُلۡ هَلۡ نُنَبِّئُكُم بِٱلۡأَخۡسَرِينَ أَعۡمَٰلًا ١٠٣ ٱلَّذِينَ ضَلَّ سَعۡيُهُمۡ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَهُمۡ يَحۡسَبُونَ أَنَّهُمۡ يُحۡسِنُونَ صُنۡعًا
Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" [Al Kahf:103]
Yaitu orang-orang yang telah sesat perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. [Al Kahf:104]
Kita perlu berani bertanya pada diri sendiri: Apakah amalan kita sudah benar? Sudahkah kita berbuat baik dengan ikhlas? Banyak dari kita yang beramal dengan niat yang tercemar. Beramal untuk dilihat orang, atau untuk meraih pujian. Padahal, hanya amalan yang dilakukan dengan penuh keikhlasan yang akan mengantarkan kita pada Ridha Allah ﷻ. Ketika kita mengabaikan niat serta tata cara, amalan kita bisa berakhir sia-sia. Kita hanya bergantung pada penilaian manusia, padahal yang lebih penting adalah penilaian dari Sang Pencipta.
Kewajiban yang Termarginalkan
Ketika kita berpikir bahwa semua kewajiban hidup telah kita tunaikan, maka kita akan merasa aman dan cukup. Akan tetapi, adakah kita menyadari bahwa ada banyak hal yang seharusnya menggelayuti pikiran kita? Banyak kewajiban yang mungkin kita anggap telah terselesaikan dengan sempurna, namun sebenarnya kita belum melakukan apa-apa. Seberapa sering kita merenungkan amalan kita? Apakah kita benar-benar sudah melaksanakannya dengan niat yang benar? Atau kita hanya sekadar memenuhi kewajiban tanpa menyentuh esensi dari tindakan tersebut?
Hidup di zaman ini, di mana informasi dan kesibukan bertubi-tubi datang silih berganti, kita semakin mudah terperdaya oleh diri sendiri. Kenikmatan duniawi terkadang menjadikan kita lupa akan diri, terlarut dalam euforia dan kemewahan. Tugas dan kewajiban kita banyak, namun kita sering abai. Bagaimana mungkin kita berharap untuk selamat saat berhadapan dengan-Nya, jika kita terus menerus lari dan tidak peduli dari tanggung jawab kita? Allah ﷻ berfirman:
قُتِلَ ٱلۡإِنسَٰنُ مَآ أَكۡفَرَهُۥ ١٧ مِنۡ أَيِّ شَيۡءٍ خَلَقَهُۥ ١٨ مِن نُّطۡفَةٍ خَلَقَهُۥ فَقَدَّرَهُۥ ١٩ ثُمَّ ٱلسَّبِيلَ يَسَّرَهُۥ ٢٠ ثُمَّ أَمَاتَهُۥ فَأَقۡبَرَهُۥ ٢١ ثُمَّ إِذَا شَآءَ أَنشَرَهُۥ ٢٢ كَلَّا لَمَّا يَقۡضِ مَآ أَمَرَهُۥ ٢٣
Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya? ['Abasa:17]
Dari apakah Allah menciptakannya? ['Abasa:18]
Dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu menentukannya. ['Abasa:19]
Kemudian Dia memudahkan jalannya. ['Abasa:20]
Kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur, ['Abasa:21]
Kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali. ['Abasa:22]
Sekali-kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya, ['Abasa:23]
Terlena oleh Kenikmatan
Apakah kenikmatan hidup ini justru menjauhkan kita dari-Nya? Semakin kita menikmati kesenangan hidup, semakin sering kita melupakan siapa yang telah memberikan semua itu. Lantaran tergoda oleh indahnya dunia, tanpa sadar kita telah melangkah semakin jauh dari jalan yang telah ditentukan oleh-Nya. Allah ﷻ berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡإِنسَٰنُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ ٱلۡكَرِيمِ ٦ ٱلَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّىٰكَ فَعَدَلَكَ ٧ فِيٓ أَيِّ صُورَةٖ مَّا شَآءَ رَكَّبَكَ ٨
Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah. [Al Infitar:6]
Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang, [Al Infitar:7]
Dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu. [Al Infitar:8]
“Amalanmu banyak yang sia-sia. Banyak kewajiban yang belum engkau laksanakan. Engkau juga sering terperdaya hingga durhaka. Lalu, bagaimana caramu selamat ketika berhadapan dengan-Nya? Kewajiban banyak yang belum dikerjakan; kalaupun dikerjakan, masih banyak cacatnya karena salah niat dan caranya. Sungguh, kita butuh ampunan.”
Adam dan Iblis: Kisah yang Mengajarkan Kita
Mari kita angkat kisah klasik antara Adam dan Iblis. Yang membedakan antara keduanya adalah pengakuan dan penyesalan Adam, sehingga ia mendapatkan ampunan dari Allah, sementara Iblis, yang dipenuhi bara kesombongan, menjadikannya tiada sadar ataupun menyesal atas kesalahannya, sehingga ia pun menjadi makhluk terkutuk. Di sinilah letak pelajaran berharga bagi kita semua: penyesalan dan pengakuan terhadap kesalahan kita akan membuka pintu ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
قال شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله: "الاستغفار يخرج العبد من الفعل المكروه إلى الفعل المحبوب، ومن العمل الناقص إلى العمل التام، ويرفع العبد من المقام الأدنى إلى الأعلى منه والأكمل، فإن العبد في كل يوم، بل في كل ساعة، بل في كل لحظة يزداد علمًا بالله وبصيرة في دينه وعبوديته بحيث يجد ذلك في طعامه وشـرابه ونومه ويقظته وقوله وفعله، ويرى تقصيره في حضور قلبه في المقامات العالية وإعطائها حقَّها، فهو يحتاج إلى الاستغفار آناء الليل وأطراف النهار؛ بل هو مضطرٌّ إليه دائمًا في الأقوال والأحوال.
Syaikh Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Istighfar mengeluarkan hamba dari perbuatan yang dibenci menuju perbuatan yang dicintai, dari amalan yang kurang sempurna menuju amalan yang sempurna, dan mengangkat hamba dari kedudukan yang rendah ke yang lebih tinggi dan sempurna. Sebab hamba setiap hari, bahkan setiap jam bahkan setiap saat, bertambah pengetahuannya tentang Allah, pandangannya dalam agamaNya dan pengabdiannya, sehingga ia merasakan hal itu dalam makannya, minumnya, tidurnya, terjaganya, ucapannya dan perbuatannya. Ia melihat kekurangannya dalam menjaga kehadiran hatinya pada kedudukan-kedudukan yang tinggi dan menunaikan hak-haknya. Maka ia membutuhkan istighfar setiap waktu di malam dan siang hari; bahkan ia wajib melakukannya selalu dalam ucapan dan keadaan."
Nasehat
Pembaca yang budiman, sudut pandang dan pikiran kita sering salah; niat kita sering keliru; perbuatan kita juga sering tidak tepat, maka mohon ampunlah atas semua itu.
Pembaca yang Budiman, mungkin saat ini kita merasa terjebak dalam rutinitas dan debu-debu kehidupan. Namun, inilah saatnya untuk kita bangkit dan menyadari pentingnya menjalankan kewajiban kita dengan sungguh-sungguh. Mari kita jujur pada diri sendiri: Apakah kita sudah berusaha melakukan yang terbaik dalam menjalankan kewajiban kita?
Mulailah dengan mengevaluasi amal perbuatan kita, niatkan dalam hati untuk melakukan yang terbaik. Manfaatkan setiap peluang untuk mendapatkan ampunan Allah, karena setiap dari kita akan Kembali kepada-Nya. Ingatlah, hari-hari yang kita lalui adalah ladang amal. Jangan sia-siakan kesempatan ini!
Semoga tulisan ini dapat menumbuhkan kesadaran dan niat baik dalam diri kita. Kita membutuhkan kerendahan hati untuk mengakui kesalahan serta berbenah diri. Mari kita terus berusaha untuk tidak terpedaya, dan berjalan dengan cara yang penuh kerendahan hati menuju Allah yang Maha Rahman dan Rahim.
NB: Tulisan ini disarikan dari kajian Ajari Hati Melangkah