Ujian yang Terungkap: Menemukan Kekuatan dalam Kesabaran

Artikel Dosen    28 Apr 2025    4 menit baca
Ujian yang Terungkap:  Menemukan Kekuatan dalam Kesabaran

Ujian dari Allah itu sangat unik. Mengapa demikian? Dalam ujian yang diadakan oleh sekolah, perusahaan, atau lembaga lainnya, soal-soalnya dirahasiakan, apalagi jawabannya. Bahkan, ada ujian yang tempat dan waktunya disembunyikan, sehingga peserta tidak sadar bahwa mereka sedang diuji. Namun, berbeda dengan ujian dari Allah, Dia telah memberi tahu tempat dan waktunya, bahkan soal serta jawabannya. Hanya saja, tidak semua orang mau dan mampu memperhatikan serta mempersiapkan diri untuk lulus dari ujian tersebut.

Bumi ini bukan sekadar tempat kita berpijak, melainkan ruang ujian yang telah Allah tetapkan. Sejak pertama kali kita menghirup udara dunia hingga tubuh kita dikembalikan ke tanah, setiap detik adalah bagian dari ujian kehidupan. Allah berfirman:

إِنَّا جَعَلۡنَا مَا عَلَى ٱلۡأَرۡضِ زِينَةٗ لَّهَا لِنَبۡلُوَهُمۡ أَيُّهُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلٗا 

Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. [Al Kahf:7]

Segala sesuatu di bumi, baik kenikmatan maupun kesulitan, adalah bagian dari ujian. Kekayaan, kedudukan, dan kecantikan adalah ujian, sebagaimana kemiskinan, sakit, dan kesedihan juga ujian. Ada yang diuji dengan limpahan rezeki, ada pula yang diuji dengan kesempitan hidup. Maka, bukan sekadar bagaimana kita menghadapi musibah, tetapi juga bagaimana kita bersikap terhadap nikmat yang diberikan. Apakah kita bersyukur atau lalai? Apakah kita sabar atau berkeluh kesah? Itulah hakikat ujian hidup yang telah ditetapkan sejak awal hingga akhir perjalanan kita di dunia.

Kehidupan di dunia bukanlah perjalanan tanpa rintangan. Di setiap langkah, ada ujian yang menguji keteguhan hati dan kesabaran jiwa. Berkaitan dengan sempitnya kehidupan, Allah berfirman:

وَلَنَبۡلُوَنَّكُم بِشَيۡءٖ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ وَنَقۡصٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. [Al Baqarah:155]

Siapa pun yang merenungkan ayat ini akan tersadar bahwa hidupnya tak terlepas dari ujian. Allah telah merinci bentuk-bentuk ujian itu, ada ketakutan yang mengguncang hati dan menyesakkan dada; ada kelaparan yang menguji ketahanan tubuh dan keikhlasan jiwa; ada kekurangan harta yang mengajarkan arti qana’ah; ada kehilangan jiwa yang mengingatkan kefanaan dunia; dan ada kekurangan hasil bumi yang mengajarkan kita bahwa rezeki adalah milik Allah yang bisa Ia sempitkan dan lapangkan.

Namun, Allah tidak meninggalkan hamba-Nya tanpa petunjuk. Di penghujung ayat, Allah memberikan kunci jawaban, yakni sabar. Sabar bukan sekadar bertahan dalam penderitaan, tetapi sabar dalam arti sesungguhnya adalah tetap teguh dalam keimanan, berserah diri kepada-Nya, dan terus berusaha dengan keyakinan bahwa setiap kesulitan membawa hikmah. Sabar bukan hanya menahan luka, tetapi juga menyuburkan harapan. Dan bagi mereka yang bersabar, Allah telah menjanjikan kabar gembira, kegembiraan yang jauh lebih besar dari segala duka yang pernah dialami di dunia.

 

Indikator kesabaran

Sabar adalah kunci dalam menghadapi berbagai ujian kehidupan, meskipun ia bukan sesuatu yang berwujud fisik. Sebagai konsep yang berkaitan dengan bagaimana seseorang merespons peristiwa yang menimpanya, sabar menuntut kesadaran, pengendalian diri, dan keteguhan hati. Namun, agar seseorang dapat mengetahui apakah ia benar-benar telah memegang "kunci jawaban" ini, diperlukan tanda atau indikator yang dapat mengukur kadar kesabarannya. Indikator tersebut bisa berupa ucapan, tindakan, atau perasaan dalam hati. Perhatikan firman Allah :

ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٞ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ

(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". [Al Baqarah:156]

Ayat ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan ayat sebelumnya, yang membahas tentang ujian dalam kehidupan manusia dan janji Allah bagi orang-orang yang bersabar. Dalam ayat ini, Allah menegaskan salah satu indikator utama kesabaran, yaitu ucapan “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun” ketika tertimpa musibah. Namun, ucapan ini bukan sekadar rangkaian kata yang diucapkan melalui lisan, melainkan sebuah pernyataan penuh makna yang mencerminkan ketundukan, kesadaran, dan penerimaan terhadap ketetapan Allah .

Kalimat ini mengandung tiga dimensi utama, yaitu pengakuan bahwa segala sesuatu adalah milik Allah, penerimaan bahwa segala musibah terjadi dengan izin-Nya, serta pengharapan akan kebaikan dari-Nya. Dengan memahami makna ini, seorang mukmin seharusnya tidak hanya mampu menghadapi cobaan dengan keteguhan hati, tetapi juga mampu menemukan ketenangan dalam keyakinannya, bahwa segala sesuatu akan kembali kepada Allah .

Jika diperhatikan dengan saksama, ayat ini menunjukkan bahwa tidak ada jeda antara datangnya musibah dan ucapan “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. Hal ini mengisyaratkan bahwa kesabaran sejati terletak pada ketundukan, kesadaran, dan penerimaan yang muncul secara spontan, tanpa menunggu waktu lama.

Kesabaran bukan sekadar menerima keadaan setelah melewati berbagai pertimbangan atau karena tak ada pilihan lain, tetapi merupakan respons langsung yang lahir dari hati yang penuh iman. Sebab, jika penerimaan baru muncul setelah jeda waktu yang lama, artinya bukan lagi karena ketundukan kepada Allah , melainkan lebih karena tak ada pilihan lain selain menerima keadaan tersebut dengan terpaksa. Inilah yang membedakan antara kesabaran yang benar-benar bernilai ibadah dengan sekadar adaptasi terhadap keadaan yang tak bisa diubah.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِامْرَأَةٍ تَبْكِي عِنْدَ قَبْرٍ فَقَالَ: اتَّقِي اللَّهَ وَاصْبِرِي قَالَتْ: إِلَيْكَ عَنِّي فَإِنَّكَ لَمْ تُصَبْ بِمُصِيبَتِي وَلَمْ تَعْرِفْهُ. فَقِيلَ لَهَا: إِنَّهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَتْ بَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ تَجِدْ عِنْدَهُ بَوَّابِينَ فَقَالَتْ: لَمْ أَعْرِفْكَ فَقَالَ: إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الْأُولَى.

Diriwayatkan dari Anas ibn Malik radhiyallahu ’anhu berkata: “Nabi pernah melewati seorang wanita yang sedang menangis di sisi kuburan. Lalu beliau bersabda, ‘Bertakwalah Anda pada Allah dan bersabarlah’ Wanita itu menjawab, ‘Menjauhlah engkau dariku. Sesungguhnya engkau belum pernah merasakan musibah yang menimpaku.’ Wanita itu tidak tahu bahwa yang berkata itu adalah Nabi . Kemudian ada yang mengatakan pada wanita itu: ‘Sesungguhnya (orang yang berkata tadi –pent) adalah Nabi .’ Kemudian wanita tersebut mendatangi pintu (rumah) Nabi dan dia tidak mendapati di rumah Nabi penjaga pintu. Lalu wanita ini berkata: ‘Aku tadi tidak mengenalmu.’ Lalu Nabi , Sesungguhnya kesabaran (yang hakiki) adalah saat hentakan pertama’” (HR. Al-Bukhari, no. 1203 dan Muslim, no. 1535)

 

Muhammad Abduh Al Baihaqi, Lc

lanjut baca