1000 Tahun Lagi

Artikel Mahasiswa    06 Dec 2024    2 menit baca
1000 Tahun Lagi

Menjadi seorang guru merupakan cita-cita bagi sebagian orang, sehingga melanjutkan kuliah di jurusan keguruan adalah jalan yang harus ditempuh. Hal ini dilakukan untuk mengetahui berbagai hal terkait dengan dunia pendidikan. Pertanyaannya adalah, apakah kampus-kampus pendidikan tersebut mampu mencetak seorang guru? Dan, apakah seorang guru harus kuliah dan dalam jangka waktu berapa lama?

Mari kita lihat apa yang dinyatakan dalam undang-undang. Definisi guru menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen:

“Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.” (Pasal 1 Ayat 1)

Peranan guru sangat penting dalam dunia pendidikan karena selain berperan mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik, guru juga dituntut untuk memberikan pendidikan karakter dan menjadi contoh karakter yang baik bagi anak didiknya.

Dari definisi di atas terlihat betapa mulianya pekerjaan seorang guru. Saking mulianya kedudukan guru, Ahmad Syauki, seorang penyair Mesir, pernah menyatakan bahwa guru itu hampir seperti seorang rasul. Mungkin itu terlalu berlebihan. Namun, pada dasarnya, antara rasul dan guru memiliki tugas dan peranan yang sama, yaitu mendidik, mengajar, dan membina umat.

لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

Dalam Surah Ali Imran [3] ayat 164, Allah ﷻ menegaskan tugas para rasul. Dalam ayat tersebut, setidaknya ada tiga tugas pokok seorang rasul yang bisa dijadikan pegangan oleh setiap guru, yaitu membacakan ayat-ayat Allah (at-tilawah), membersihkan jiwa (at-tazkiyah), dan mengajarkan Alquran (al-kitab) serta sunnah (al-hikmah).

Guru merupakan profesi yang paling mulia, agung, dan dihormati. Hal ini karena guru sebagai ahli waris para nabi. Guru dihormati karena ilmunya, yaitu ilmu yang diwariskan Rasulullah ﷺ melalui para sahabat, tabi’in, tabi’ut-tabi’in, para ulama, dan guru terdahulu.

Karena itulah, para guru pantas disebut sebagai ahli waris para nabi. Namun, guru yang tidak mengamalkan dan mengajarkan ilmu sesuai tuntunan Rasulullah ﷺ bukanlah ahli waris para nabi. (Fuad Asy-Syalhub dalam bukunya "Guruku Muhammad ﷺ").

Mari sejenak kita alihkan pandangan kita ke Kuttab Al-Fatih, sekolah/tempat di mana ayat-ayat Allah dibacakan dan Al-Quran diajarkan. Ini berarti guru-gurunya harus berkualitas dalam mengemban tanggung jawab sebagai pewaris nabi.

Apakah Kuttab Al-Fatih memiliki wadah dalam mencetak guru-gurunya? Jawabannya, alhamdulillah, “iya.” Wadah ini disebut Akademi Guru Al-Fatih. Mari kita coba jawab pertanyaan yang diawal saya sampaikan. Apakah kampus-kampus pendidikan (Akademi Guru Al-Fatih) mampu mencetak seorang guru? Dan, apakah seorang guru harus kuliah dan dalam jangka waktu berapa lama?

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini perlu diajukan, mengingat kurikulum yang ditawarkan oleh Kuttab Al-Fatih adalah kurikulum "Iman sebelum Al-Quran." Karena guru itu sendiri juga merupakan kurikulum, maka sepatutnya guru-guru di sekolah ini adalah orang-orang yang bisa diteladani dan dikagumi.

Mampukah Akademi Guru Al-Fatih mencetak guru-guru dengan karakter (diteladani dan dikagumi) ini? Bergabung menjadi salah satu peserta di Akademi Guru Al-Fatih merupakan salah satu tujuan hidup yang perlu saya wujudkan. Dengan latar belakang pendidikan saya yang hanya bersekolah di sekolah umum (non-agama), membuat pertanyaan-pertanyaan di atas berkecamuk di pikiran saya.

Berapa lamakah waktu yang akan saya butuhkan untuk mengejar ketertinggalan saya dan menjadi seorang guru yang berkualitas, diteladani, dan dikagumi? Akankah 1000 tahun lagi?

Oleh: Silvia Oktarini (Mahasantri Akademi Guru Al Fatih Angkatan 2)

Referensi:

lanjut baca